Pembentukan RIS dan Usaha Pengakuan Kedaulatan
Hasil
KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi. KNIP yang bersidang pada
tanggal 6 Desember 1949 berhasil menerima KMB dengan 226 pro lawan 62 kontra,
dan 31 meninggalkan sidang.
Selanjutnya
pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan presiden RIS dengan calon
tunggal Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS pada tanggal 16 Desember
1949 dan pada tanggal 17 Desember 1949 presiden RIS diambil sumpahnya. Pada
tanggal 20 Desember 1949 kabinet RIS yang pertama dibawah pimpinan Drs. Moh.
Hatta selaku Perdana Menteri, dilantik oleh Presiden. Akhirnya, pada tanggal 23
Desember delegasi RIS yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta berangkat ke Nederland
untuk menandatangani piagam penyerahan dan pengakuan kedaulatan dari pemerintah
Belanda. Pada tanggal 27 Desember 1949 baik di Indonesia maupun di Nederland
diadakan upacara penandatanganan naskah penyerahan dan pengakuan kedaulatan.
(Posesponegoro, Notosusanto 2010:269)
Di
Nederland bertempat di Ruang Takhta Amsterdam, Ratu Juliana, Perdana Menteri
Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr.
A.M.J.A Sassen, dan Ketua Delegasi RIS Drs. Moh. Hatta bersama-sama
membubuhkan tanda tangannya pada piagam penyerahan dan pengakuan kedaulatan
kepada RIS. Pada waktu yang sama di Jakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan
Wakil Tinggi Mahkota A.H.J Lovink dalam suatu upacara, membubuhkan tanda tangan
mereka pula pada naskah penyerahan dan pengakuan kedaulatan. Secara formal
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan mengakui kedaulatan penuh suatu
Negara Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia Belanda (kecuali Papua).
Dengan demikian, berakhirlah secara resmi perang kemerdekaan Indonesia.
Dengan
demikian, pada hakikatnya apa yang dilakukan pihak Belanda adalah mengakui
kedaulatan bangsa Indonesia sendiri atas wilayah nasionalnya, yang dalam hal
ini diwakili oleh RIS. (Poesponegoro, Notosusanto 2010:272)
Istilah penyerahan perlu diberi tanda
kutip karena sebenarnya Belanda tidak perlu menyerahkan kedaulatan kepada
Republik Indonesia karena negara ini telah memiliki kedaulatannya secara de
jure pada tanggal 17 Agustus 1945. “Penyerahan” kedaulatan berarti secara
formal pemerintah Belanda telah mengakui kedaulatan Indonesia. Dengan demikian,
perang kemerdekaan yang berlangsung sejak tahun 1945 telah berakhir berkat
perjuangan militer serta diplomasi yang terus-menerus dilakukan oleh
bangsa Indonesia.
A. Keadaan Politik, Ekonomi,
dan Keamanan RIS
Dengan diratifikasinya hasil-hasil KMB
oleh KNIP yang bersidang 6-15 Desember 1949, terbentuklah Republik Indonesia
Serikat (RIS). Negara yang berbentuk federasi ini terdiri dari 16 negara bagian
yang masing-masing mempunyai luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda.
Negara bagian yang terpenting, selain Republik Indonesia yang sudah mempunyai
daerah terluas dan penduduk terbanyak, ialah Negara Sumatera Timur, Negara
Sumatera Selatan, Negara Pasundan, dan Negara Indonesia Timur.
1. Bidang Politik
Selama berlakunya
Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian
Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan
ibu kota Yogyakarta. Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya
Konstitusi RIS adalah sistem parlementer. Dengan berdirinya RIS pada tanggal 27
Desember 1949, maka negara kita hanya merupakan salah satu negara bagian saja
dari RIS. Begitu pula dengan UUD 1945, hanya
merupakan Undang-Undang Dasar Negara Bagian Republik Indonesia.
Sedangkan RIS menggunakan Konstitusi RIS 1949. Adapun yang menjadi negara-
negara bagian selain RI berdasarkan Pasal 2 Konstitusi RIS adalah Negara
Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Madura,
Negara Jawa Timur, dan Negara Pasundan.
Selain dari pembagian wilayah negara,
dalam konstitusi RIS juga mengatur tentang sistem pemerintahan yang digunakan,
yakni sebagai berikut.
1)
Perdana menteri diangkat
oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya.
2)
Kekuasaan perdana
menteri masih dikendalikan oleh Presiden.
3)
Kabinet dibentuk oleh
presiden, bukan oleh parlemen.
4)
Kabinet tidak dapat
menyatakan mosi tidak percaya pada kabinet.
5)
Presiden RIS menduduki
jabatan rangkap, yakni sebagai kepala negara sekaligus sebagai presiden RIS.
6)
Presiden adalah kepala
negara yang kekuasaannya tidak dapat diganggu gugat dan
dipilih orang-orang yang dikuasakan oleh
pemerintah daerah-daerah bagian.
Dalam sidang bersama Parlemen dan Senat
RIS tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS. Untuk
membentuk kabinet, Presiden menunjuk
empat orang formatur, dua orang dari RI yakni Mohammad Hatta dan Sultan
Hamengku Buwono IX dan dua orang dari Negara federal yakni Anak Agung Gde Agung
dan Sultan Hamid II. Pada tanggal 20 Desember, kabinet RIS terbentuk dengan
Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri. Kabinet ini terdiri atas 13 menteri dan
3 menteri Negara, 11 orang diantaranya adalah Republiken. Tokoh-tokoh terkemuka
yang duduk dalam kabinet ini antara lain dari pihak Republik Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, Ir, Djuanda, Mr. Wilopo, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Arnold
Mononutu, Ir, Herling Laoh, sedangkan dari BFO adalah Sultan Hamid II dan Ide
Anak Agung Gde Agung.
Susunan
bentuk kabinet RIS dengan mengikutsertakan pihak RI (Yogyakarta) serta PMF
sebagai berikut;
•
Perdana Menteri Drs
Mohammad Hatta
•
Menteri luar Negeri Drs.Mohammad
Hatta
•
Menteri dalam Negeri Anak Agung Gede Agung
•
Menteri Pertahanan Sultan
Hamengkubuwono IX
•
Menteri Kehakiman Prof
Mr.Supomo
•
Menteri Penerangan Arnold
Mononutu
•
Menteri Keuangan Mr
Syafruddin Prawiranegara
•
Menteri Kemakmuran Ir
Djuanda
•
Menteri Perhubungan Ir
Hering Laoh
•
Menteri Perburuhan Mr. Wilopo
•
Menteri Sosial Mr Moh Kosasih Purwanegara
•
Menteri PPK Dr Abu Hanifah
•
Menteri Agama KH
Wahid Hasyim
Kabinet ini merupakan zaken kabinet (yang mengutamakan keahlian anggota-anggotanya) dan
bukan kabinet koalisi yang bersandar pada kekuatan partai-partai politik.
Memang ada menteri yang merupakan anggota partai politik (PNI, Masyumi, dan
Parkindo), tetapi mereka duduk dalam kabinet bukan sebagai wakil partai,
melainkan sebagai perseorangan. Anggota-anggota kabinet ini sebagian besar
pendukung unitarisme dan hanya dua orang pendukung sistem federal yaitu Sultah
Hamid II dan Anak Agung Gde Agung. Arnold Mononulu memang berasal dari Negara
federal (NIT), tetapi ia lebih republiken daripada federalis. Dalam Parlemen
NIT ia memimpi Fraksi Progresif yang lebih berorientasi kepada RI daripada
kepada NIT. (Posesponegoro, Notosusanto 2010:301)
Kabinet RIS di bawah pimpinan Hatta
memerintah sampai dengan tanggak 17 Agustus 1950. Pada hari itu RIS menjelma
menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia (RI). Dengan demikian, Negara
federal itu tidak sampai mencapai usia 1 tahun. Dalam usia yang singkat itu RIS
dengan satu-satunya pemerintahannya dibawah Perdana Menteri Hatta harus
memecahkan masalah-masalah yang timbul akibat perang kemerdekaan dan
masalah-masalah yang inheren dengan kehidupan suatu Negara muda.
Kabinet Hatta
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif, walaupun hubungan diplomatik
masih lebih banyak dilakukan dengan negara-negara Barat daripada dengan Negara
komunis. Hubungan dengan negeri Belanda diusahakan menjadi lebih baik dengan
harapan Belanda akan menyerahkan Irian Barat (Irian Jaya). Atas inisiatif pihak
RI, pada bulan April 1950 di Jakarta dilangsungkan Konferensti Tingkat Menteri
yang pertama antara Indonesia dan Belanda. Pada konferensi tersebut dibicarakan
persiapan-persiapan untuk menyelesaikan sengketa Irian Barat. Sebagai hasilnya
dibentuk Komisi Irian, yang anggota-anggotanya terdiri dari atas wakil-wakil
Indonesia dan Belanda. Tugas komisi ini ialah mengadakan penyelidikan di Irian
Barat serta melaporkan hasilnya. Konferensi selanjutnya memutuskan untuk
melanjutkan perundingan mengenai masalah Irian Barat atas dasar laporan Komisi
dalam Konferensi Tingkat Menteri Kedua di Den Haag pada tanggal 4 Desember
1950. Delegasi RI yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri Mr. Mohammad Roem
mengajukan dua usul kompromi, yaitu agar pengakuan kedaulatan atas Irian Barat
dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1950, sedangkan penyerahannya dapat
dilaksanakan pada pertengahan tahun 1951. (Posesponegoro, Notosusanto 2010:303)
Delegasi
Indonesia juga memberikan jaminan mengenai kemerdekaan agama, hak-hak asasi
manusia, dan otonomi seluas-seluasnya bagi penduduk Irian Barat serta jaminan
perlindungan atas kepentingan-kepentingan Belanda. Namun, pihak Belanda tetap
bersikukuh pada pendiriannya bahwa kedaulatan atas Irian Barat berada pada Uni
Indonesia-Belanda, sedangkan de facto pemerintahan tetap di tangan
mereka. Belanda menyerahkan pembentukan Dewan Irian Barat dan dalam dewan ini
Indonesia mempunyai wakil-wakil Belanda. Dengan adanya perbedaan pendapat itu,
perundingan tidak dapat diharapkan mencapai hasil. (Posesponegoro, Notosusanto
2010:304)
sumber :
Poesponegoro, Marwati Djoened:
Nugroho. 2010. Sejarah
Nasional Indonesia _____Jilid VI : Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka.
Giebels,
Lambert. 2001. Soekarno;Biografi
1901-1950. Jakarta: PT. Gramedia _____Widiasarana Indonesia.
Ricklefs, M. C. 2007. Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta: Gajah Mada
_____University Press.
Zulkarnain. 2009. Ketatanegaraan Indonesia Pasca Kemerdekaan. UNY. Jurnal Istoria
Vol. 7 http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Zulkarnain,%20S.Pd.,%20M.Pd./B.3.JURNAL.pdf. 13 Februari 2015
Comments
Post a Comment