KONFLIK KERAJAAN ISLAM DENGAN BANGSA BARAT


BAB I
PENDAHULUAN
I.a Latar Belakang
            Kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang sangat Berjaya pada masanya merupakan suatu aset Indonesia yang sangat membanggakan. Kerajaan-kerajaan ini meninggalkan peninggalan yang sangat berharga bagi catatan sejarah Indonesia. Namun, semenjak bangsa luar datang khususnya bangsa-bangsa dari Eropa banyak pemberontakan yang terjadi di nusantara. Tidak hanya itu, nusantara juga sangat menderita dengan kedatangan bangsa luar ini.
            Kompeni tidak hanya datang berkunjung, tetapi juga mengambil hasil bumi dari Indonesia dan menjadikan Indonesia tambang rempah-rempah bagi mereka. Mereka bahkan menyatakan perang kepada kerajaan setempat, bermacam-macam serangan dan strategi yang dilakukan oleh kompeni untuk menyerang kerajaan-kerajaan Islam. Bahkan, kompeni juga ikut campur dalam perpolitikan pada zaman itu dan merusaknya hingga menjaid milik mereka.
            Dari sinilah, guna kita membahas ini agar kita bisa belajar energy positif dari sejarah tanah air kita sendiri.
I.b Rumusan Masalah
            Jadi, dari latar belakang yang telah dijabarkan diatas kita bisa menarik permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Jelaskan konflik dan reaksi Malaka dan Aceh dalam menghadapi Portugis dan Belanda !
2.      Jelaskan konflik dan reaksi Maluku dalam Menghadapi Portugis, Spanyol, dan Belanda !
3.      Jelaskan konflik dan reaksi Banten dan Mataram dalam Menghadapi Belanda !
4.      Jelaskan konflik dan reaksi Banjar dan Gowa dalam Menghadapi Belanda !
5.      Jelaskan tentang percampuran VOC di Nusantara !
I.c Tujuan Penulisan
            Dari rumusan masalah diatas, kita bisa melihat jawaban nya, yaitu :
1.      Kita dapat Mengetahui konflik dan reaksi Malaka dan Aceh dalam menghadapi Portugis dan Belanda.
2.      Kita dapat memahami dan mengetahui konflik dan reaksi Maluku dalam Menghadapi Portugis, Spanyol, dan Belanda.
3.      Kita dapat memahami dan mengetahui konflik dan reaksi Banten dan Mataram dalam Menghadapi Belanda.
4.      Kita dapat mengerti dan mengetahui dan reaksi Banjar dan Gowa dalam Menghadapi Belanda.
5.      Kita dapat mengetahui tentang percampuran VOC di Nusantara.



















BAB II
PEMBAHASAN

KONFLIK KERAJAAN ISLAM DENGAN BANGSA BARAT
REAKSI DAN PERANG
1.      Malaka dan Aceh menghadapi Portugis dan Belanda
Kedatangan orang-orang Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez de Squiera ke Malaka atas perintah raja Portugis, bertujuan untuk membuat perjanjian-perjanjian ini dimaksudkan untuk memperoleh suatu izin perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Jadi, semboyan orang portugis untuk meluaskan daerah pengaruhnya tidak hanya bermotif penyebaran agama, melainkan juga motif ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan keadaan yang dialami oleh ST. Francis Xaverius ketika ia dating ke malaka. Tujuan pertamanya ialah penyebaran agama, namun pada saat itu Malaka mengalami kemerosotan moral. Keadaan ini membuat ia meninggalkan tempat itu segera.
Maksud utama Portugis menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan yang melalui Selat Malaka atau yang melakukan perdagangan dengan Malaka semata-mata. Karena usaha orang-orang Portugis untuk menguasai Malaka, terjadilah perang dengan Sultan Mahmud Syah dan rakyatnya.
Serangan Mahmud Syah terhadap orang-orang Portugis merupakan suatu alasan yang baik sekali Albuquerque yang lebih suka menguasai Malaka daripada membuat suatu perjanjian yang tidak begitu kukuh dengan sultan. Pada tahun 1511 ia pun berangkat ke Malaka untuk membalas serangan Mahmud Syah. Meskipun Mahmud Syah mencoba menghindari malapetaka, tetapi ia tidak berhasil. Mahmud Syah menyadari bahwa orang-orang Portugis pasti akan menyerang Malaka. Oleh karena itu, bilamana ia memberi izin kepada orang orang Portugis, hal itu berarti akhir dari kerajaannya. Ternyata Albuquerque tidak dapat diajak berunding, raja pun tidak lagi berupaya untuk mengadakan perundingan. Serangan orang-orang Portugis tidak terelakkan, dan suatu pertempuran yang sangat dahsyat pun terjadi, yang banyak menumpahkan darah. Banyak senjata seperti pedang, tombak, perisai, panah, dan panah beracun dapat dirampas oleh orang-orang Portugis dari pihak Malaka. Sultan Malaka terpaksa harus meninggalkan Malaka setelah ia menyadari bahwa ia tidak dapat mengimbangi senjata-senjata besar orang-orang Portugis. Lalu ia melarikan diri ke pulau Bintan.
Sejak Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511, agama yang merupakan salah satu factor penting dalam mengadakan eskpansi mulai mundur, karena Faktor Ekonomilah yang pertama. Ketika Albuquerque berangkat ke Goa, terjadi perlawanan oleh seorang Jawa bernama Katir. Pertempuran-pertempuran sengit terjadi di luar kota Malaka. Katir kemudian mengalami kekalahan dan meminta Japara yang merupakan Negara asalnya. Japara memberi bantuan dengan mengirimkan 100 kapal dan banyak kafir. Pertempuran sengit pun berkobar pada tanggal 1 januari 1513, dan armada Jawa mengalami kekalahan, hanya kira-kira 7 buah yang kembali ke Jawa.
Karena orang-orang Jawa membantu musuh-musuh Portugis di Malaka, orang-orang Portugis berniat menundukkan Jawa. Daerah di mana mereka berhasil memperluas pengaruh dagangnya adalah di bagian Utara Sumatra, yaitu daerah Pasai. Akan tetapi, usaha mereka untuk mendapat perdagangan monopoli lada tidak berhasil. Karena monopoli dagang Portugis ini, pedagang-pedagang lain meninggalkan Pasai dan mencari pelabuhan yang lain di Aceh.
Daerah Aceh yang dahulu adalah daerah taklukkan Pedir mulai berkembang dan melepaskan diri dari Pedir. Aceh bahkan berhasil menguasai Pasai juga. Aceh kemudian menjadi pusat perdagangan di Malaka dan mereka melancarkan permusuhan terhadap orang Portugis di Malaka. Kerajaan Aceh dan Johor melancarkan serangan-serangan terhadap Portugis yang pada waktu itu menduduki Malaka. Bantuan yang diberikan Jawa berupa perbekalan perang. Kekalahan yang dialami Aceh dan Johor karena kapal Portugis mempunyai peralatan perang lebih unggul.
Pada waktu itu Malaka tidak dapat direbut kembali dari orang-orang Portugis. Ketika Aceh didatangi oleh orang-orang Belanda pada tahun 1599, Malaka berada pada naungan kerajaan yang sangat lemah dan beberapa kerajaan kemudian direbut oleh Aceh. Ketika orang-orang Belanda menetap di Malaka setelah merebutnya dari tangan Portugis pada tahun 1641, orang-orang Belanda terbentur dalam dua keinginan. Pertama, membuat Malaka menjadi pelabuhan yang ramai. Sebelum kedatangan Belanda, Selat Malaka mengalami kemunduran dan menjadi tidak aman. Permusuhan-permusuhan ini membuat para pedagang berdagang di Sumatra atau pelabuhan Selat Malaka yang letaknya lebih ke utara. Ternyata keinginan pertama tidak berhasil karena mereka lebih mementingkan monopoli perdagangan. Dengan dipilihnya sistem monopoli ini, Malaka sebagai kota dagang sangat menderita.
Suatu sistem baru coba diterapkan, yaitu dengan mengadakan suatu sistem tarif. Kompeni hendak menjalankan tradisi kerajaan Malaka pada waktu itu dan orang Portugis telah mencoba ini namun kedua bangsa Eropa itu tidak berhasil. Politik perdagangan yang hendak diciptakan Kompeni di Malaka ternyata tidak seperti mereka harapkan. Oleh karena itu, mereka mengadakan perjanjian-perjanjian dengan sultan-sultan di daratan Semenanjung Melayu untuk mendapatkan monopoli atas beberapa macam barang dagangan. Perjanjian pertama diadakan pada tanggal 18 Juni 1642 dengan Sultan Kedah. Di dalam mempertahankan perjanjian ini, setiap kapal yang memuat timah yang akan diekspor akan diperiksa muatannya oleh Belanda dan hasil laporan ini akan menentukan setengah dari hasil itu akan diberikan kepada pihak Belanda.
Selain perjanjian yang ditandatangani dengan Kedah, pihak Belanda juga mengadakan perjanjian dengan penguasa dari Jung Ceylon, yaitu orang-orang Jawa, Perak, Kedah, Koromandel, Bengal, dan dari daerah lain tidak boleh kesana tanpa seizin Belanda. Mereka harus singgah di Malaka dan membayar Bea di situ. Sementara itu, Aceh masih dapat bertahan terhadap persaingan dari orang Barat. Perdagangan yang ramai antara Sumatra dan India hanya mengalami kemacetan sebentar, ketika orang Portugis merebut Malaka. Pedir merupakan pelabuhan yang terpenting dalam ekspor lada dari Sumatra dan mungkin juga Aceh telah mengambil bagian dalam perdagangan tersebut sebelum Aceh menguasai daerah ini. Akan tetapi, menurut C.R Boxer berdasarkan sumber yang tertua Portugis, Ache mengadakan perdagangan Lada mulai tahun 1534.
Pada tahun 1554-1555 kapal-kapal Portugis dikirim ke Laut Merah untuk dapat menangkap kapal-kapal Aceh dan Gujarat, tetapi mereka tidak berhasil hal ini terjadi dua kali. Orang-orang Aceh terkenal sebagai prajurit-prajurit yang perkasa dan mutu kemiliterannya tinggi, dan orang Portugis mengakui ketangkasan orang Aceh. Aceh pada pertengahan abad ke-16 betul-betul merupakan ancaman bagi Malaka yang pada waktu itu ada di tangan Portugis.
Aceh begitu memusingkan orang-orang Portugis sehingga uskup dari Gowa, yaitu Jorge Temudo, mengusulkan kepada raja Portugal mengusulkan pada tahun 1569 untuk memblokade Aceh selama tiga tahun berturut-turut. Di dalam hal ini ia mengakui bahwa orang-orang Aceh adalah musuh yang paling berbahaya di Asia. Dengan blockade ekonomi ini, kesultanan Aceh akan mengalami kerugian, yang berakibat melemahnya kerajaan ini dan pada akhirnya lebih mudah untuk direbut. Strategi yang dianjurkan Jeorge Temudo begitu baik kelihatannya, tetapi ternyata tidak terwujud. Dan kebalikannya yang terjadi. Aceh tetap merupakan ancaman bagi orang-orang Portugis yang hendak memiliki monopoli perdagangan rempah-rempah. Untuk menundukkan Aceh, orang-orang Portugis membuat peta penyerbuan terhadap kota ini. Ternyata semua perhitungan-perhitungan itu sia-sia karena Portugis tidak mempunyai kekuatan armada yang cukup untuk melakukan penyerbuan terhadap Aceh.
Pada akhir abad ke-16 antara Aceh dan Portugis terdapat suatu masa yang kelihatannya damai karena kedua pihak tidak saling menyerang. Kapal-kapal atau perahu-perahu yang dipakai oleh orang-orang Aceh dalam peperangan di lautan terdiri dari perahu-perahu kecil yang gesit dan juga perahu-perahu yang didayung. Setelah beberapa lama Aceh tidak begitu giat berperang, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah dari tahun 1607-1636 kegiatan perang dimulai lagi. Akhir abad ke-16 untuk Aceh adalah suatu  periode kemunduran, banyak daerah yang tadinya ada dibawah pengaruhnya telah melepaskan diri. Akan tetapi Sultan Iskandar Muda dapat mengembalikan kekuasaanya bahkan memperluas daerahnya.
Pada permulaan abad ke-17 hasil-hasil ekspor Aceh di ambil dari Inderapura untuk dapat mengontrol jalan perdagangan dengan baik, Iskandar Murya mengirimkan panglima-panglima ke daerah penghasil bahan ekspor tersebut. Panglima-panglima mendapatkan upeti dari daerah setempat. Karena keuntungan-keuntungan ini timbul persaingan-persaingan yang keras diantara para panglima yang ditunjuk oleh sultan. Bagi para pedagang asing hanya Banda Aceh lah tempat yang di datangi untuk berdagang. Pedagang-pedagang yang paling disukai oleh orang Aceh adalah orang-orang Gujarat yang membawa bahan pakaian.
Ketika Sultan Iskandar Muda memerintah, ia hanya memberi izin untuk berdagang atas siapa yang paling besar memberikan keuntungan kepadanya. Karena mengalami kesukaran ini, orang-orang Inggris mengajukan permintaan untuk berdagang dengan Aceh. Sikap Aceh bersahabat terhadap Inggris. Orang-orang Belanda yang tidak berhasil untuk berdagang di Pantai Barat Sumatera, memindahkan kantor dagangnya dari Aceh ke Banten. Belanda mengirim sebuah kapal yang bernama “ Enckhuyssen” ke Indrapura, namun mereka tidak berhasil membeli lada karena orang-orang Silebar menunjukkan sikap tidak bersahabat. Iskandar Muda selama 20 tahun berhasil menekan perdagangan yang dijalankan dengan orang-orang Eropa. Yang membuatnya mundur adalah kekalahan yang dialami ketika ia menyerang Malaka pada tahun 1629. Karena kekalahan ini ia mengadakan perjanjian dengan orang-orang Belanda dan memberi mereka izin selama 4 tahun berdagang di seluruh kerajaannya.
Pada akhir pemerintahan Iskandar Muda di daerah Pantai Barat Sumatera pemerintahan setempat mulai merasakan kelonggaran dari pengawasan pusat sehingga panglima-panglima mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Sultan memalingkan persahabatannya kepada orang-orang Portugis karena orang-orang Belanda memberi bantuan kepada Johor. Keadaan inilah yang menjadi pemicu bagi Belanda untuk menyerang malaka pada tahun 1641, serangan ini sangat merugikan supremasi dagang dan peranan politik Aceh.
2.      Maluku Menghadapi Portugis, Spanyol, dan Belanda
Fernao Magelhaes oleh raja Spanyol diberi suatu armada untuk pergi ke Maluku. Pada tanggal 8 November 1521 yang tiba di Maluku adalah Carvalinho dan Goncalo Gomes. Ia dan anak buahnya memasuki pelabuhan Tidore, dan mereka diterima dengan sangat ramah. Mulai saat itu orang-orang Portugis di Maluku berkembang. Antonio de Brito mendirikan Benteng di Ternate yang disebut Saint John pada tahun 1522. Pada waktu itu yang memerintah di Ternate adalah Kaitjil Darus yang mewakili raja yang masih di bawah umur yang bernama Boleife. Raja Bacan membantu orang-orang yang kandas menjadi sahabat Portugis. Antonio de Brito mengirim sebuah galai (kapal besar). Namun, dari galai inilah yang mencetuskan dimulainya perang antara Portugis dan Tidore. Perang antara orang Portugis dan Tidore berlangsung untuk beberapa waktu, dimana Tidore mendapat bantuan dari orang-orang Spanyol yang datang lewat Amerika Selatan. Untuk beberapa waktu orang Portugis dapat mempertahankan kedudukannya di Ternate.
Pada tahun 1529, Dom Jorge de Meneses dengan sekutunya Ternate dan Bacan menyerbu Tidore dan mengalahkan Tidore dan orang-orang Kastilia (Spanyol). Dom Jorge de Meneses Goncalo Pereira dibunuh oleh orang-orangnya sendiri Karena memaksa orang-orang Ternate untuk menyetor 1/3 hasil cengkih mereka untuk raja Portugal. Tristoa de Altaida, pada tahun 1533, karena tindakannya yang kasar menimbulkan pemberontakan, sehingga raja Ternate yang biasanya menjadi sekutu memusuhinya. Penduduk dari Papua sampai Jawa telah dimobilisasi atau diminta bantuannya untuk mengusir Tristoa Altaida dan orang-orang Portugis lainnya. Orang-orang Ternate kemudian membakar benteng Portugis dan sebagian kota Ternate. Tidore dan Bacan pun dipertahankan dan pertempuran melawan Portugis dimulai dengan sengit. Mereka pun berhasil merampas senjata api dan senjata lainnya dari orang-orang Portugis.
Orang-orang Maluku pun berjanji bahwa bilamana mereka tidak berhasil mengusir Portugis, mereka akan menebang pohon cengkih dan merusak negerinya. Perang ini sangat sengit sehingga mengakibatkan penderitaan sangat besar. Kekalahan-kekalahan yang dialami oleh Altaida, mengharuskannya meminta bantuan kembali ke Malaka, tempat Antonio Galvao menderita sakit. Ketika Antonio Galvao mendengar tentang keadaan Maluku yang sangat gawat bagi kepentingan Portugis, ia menyiapkan dua buah kapal yang kuat, senjata yang banyak dan juga bahan peledak. Orang-orang Portugis yang berada di Ternate khawatir akan keamanan mereka, karena merasa Tidore dengan sekutunya sangat kuat.
Pihak Maluku mempersiapkan diri dengan sejumlah besar pasukan senjata api, dan meriam yang berjumlah antara 500-600. Antonio Galvao kemudian membawa armadanya kedepan kapal Tidore, disana ia mengatakan bahwa ia tidak datang untuk berperang. Maksud Galvao untuk mencapai perdamaian gagal. Hari kedua setelah malam tersebut diatas, Galvao memberanikan diri untuk mendarat di Tidore. dalam suatu duel pedang Galvao berhasil memasuki benteng Tidore. dari sini ia berhasil merebut kota.
Meskipun telah mengalami kekalahan, Tidore masih mencoba untuk mengadakan perlawanan dengan melakukan penyerbuan di laut dengan kora-kora. Tidak lama kemudian, raja-raja Maluku menyadari bahwa Galvao benar-benar bukan lawan mereka. Ketika Galvao berkuasa kembali di Maluku, (1536-1540) daerah itu kembali menjadi korban pegawai-pegawai Portugis yang menindas rakyat setempat dan bertindak seperti Lintah Darat. Serangan-serangan terhadap kedudukan benteng-benteng Portugis terus dilancarkan terutama pada tahun 1565. Pada tanggal 28 Desember 1577, rakyat Ternate berhasil mengusir mereka dari negerinya. Orang-orang Portugis pindah ke pulau lain dekat Tahula, tidak berapa jauh dari Tidore. orang-orang Spanyol mencoba merebut Ternate kembali, tetapi tidak berhasil, karena tidak lama kemudian Maluku menjadi ajang perebutan antar beberapa Bangsa Eropa. Orang-orang Belanda mulai muncul di perairan Maluku dimana Steven van Der Haghen merebut benteng Portugis di Amboinah pada tanggal 23 Februari 1602. Pada tahun 1607, orang-orang Belanda kembali dan mereka mendapat bantuan dari Ternate yang memusuhi Spanyol karena telah membawa sultan dan putera-puteranya ke Manila sebagai sandera. Dengan bantuan Ternate, orang-orang Belanda menduduki kembali Ternate. Sekitar tahun 1624 sampai 1639 sering terjadi pertempuran diantara orang-orang Spanyol dan Belanda di daerah Maluku, dan pihak Spanyol biasanya mengalami kekalahan.
Pada tahun 1635, timbul perlawanan dimana-mana dibawah pimpinan kakialih, Kapten Hitu. Dengan meninggalnya kakialih, orang-orang kompeni dapat menumpas perlawanan orang-orang Maluku itu. Kemudian muncul kembali perlawanan dari orang-orang hitu yang dipimpin telukabesi. Perlawanan ini baru berhasil ditumpas oleh kompeni pada tahun 1646. Selanjutnya, agar tidak lagi muncul perlawanan-perlawanan, banyak diantara para pemimpin hitu yang diasingkan ke Batavia untuk lebih mudah diawasi oleh pemerintah tinggi kompeni.
Untuk beberapa tahun perlawanan rakyat Maluku terhadap kompeni boleh dikatakan reda. Tetapi sejak tahun 1650, timbul lagi perlawanan yang lebih meluas yaitu dari daerah Ambon sampai Ternate. Perlawanan yang di pimpin Saidi sangat mencemaskan kompeni Belanda karena seluruh daerah penghasil rempah-rempah dibakar. Ketika perang sedang berkobar datanglah De Vlamingh Van Oosthoorn membawa bala bantuan. Tidak lama kemudian Saidi tertangkap dan ditusuk belati oleh De Vlamingh, sehingga gugur. Dengan demikian, perlawanan rakyat di daerah Maluku itu dapat ditumpas. Selanjutnya, sultan Ternate yang Sah harus membuat suatu perjanjian baru dimana Sultan Ternate tidak perlu lagi menempatkan wakilnya di kepulauan Ambon karena segala urusan ditangani kompeni sendiri.
Pada masa pemerintahan “Sultan Amsterdam” tahun 1675, timbul lagi perlawanan terhadap kompeni berada di bawah gubernur yang bernama Padbrugge. Perlawanan itu tidak berhasil dan Sultan Amsterdam dipaksa menyerahkan diri dan kemudian diasigkan ke Batavia. Dengan demikian, kebijakan VOC menegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah di daerah Maluku berhasil, berarti bahwa VOC berhasil menanamkan kekuasaan politik kolinialnya di daerah Maluku.
3. Banten dan Mataram Menghadapi Belanda
            Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang dari India ,Arab, dan Persia mulai menghindari Malaka yang pada tahun 1511 telah dikuasai Portugis orang-orang Belanda dicurigai ketiga datang untuk pertama kali pada tahun 1596. Akan tetapi setelah mereka menerangkan maksud kedatangannya mereka pun diterima dengan baik . Mangkubumi Banten yang juga memangku wali raja datang ke kapal dimana antara Mangkubumi dan Cornelis de Houtman dibuat suatu perjanjian persahabatan yang mengatakan bahwa Belanda boleh berdagang dengan bebas di Banten.
            Kompeni kemudian di beri tempat untuk menyimpan barang dagangan mereka dan tempat untuk berdagang.Suasana perdamaian ini berlangsung tidak lama,karena diantara orang-orang Eropa yang datang ke Banten timbul persaingan ,dan sikap orang-orang Eropa yang kasar menimbulkan hal-hal tidak di inginkan.Sikap yang kasar menyebabkan beberapa orang Belanda di tangkap diantaranya Houtman sendiri.Brang dagangan mereka di sita.Orang-orang Belanda yang berada dalam kapal mulai menembakke arah kota sehingga situasi semakin memburuk.Karena permusuhan itu Belanda tidak mendapat perolehan dari Banten.Sehingga mereka berlayar ke Sumatera Selatan.
            Kemudian kembali ke Banten pada 2 Oktober tahun itu juga dan mengadakan perjanjian kembali.Untuk melepaskan orang-orang Belanda yang di tangkap itu,mereka harus membayar uang.Dan perjanjian itu di setujui,mereka di beri hak yang sama seperti pedagang-pedagang asing yang lain.Perjanjian itu tidak berlangsung lama,karena timbul ketegangan lain yaitu antara Belanda dan Portugis yang terus-menerus.Akibat dari persaingan ini,kedua belah pihak saling merusak hubungan musuh dengan raja Banten.Orang-orang Portugis berhasil merusak hubungan antara Belanda dan Banten.Dan Belanda membalas dendam kepada Portugis dengan menembaki kapal-kapal Portugis dan perahu-perahu Banten.Hal ini tidak menguntungkan Belanda dengan Banten,karena sepanjang pantai jawa nama mereka menjadi rusak.
            Rombongan baru dari Belanda datang ke Banten pada tanggal 20 Oktober 1598 di pimpin oleh Van Neck dan Van Waerwyck dengan kapal berjumlah 8 buah.Kedatangan Belanda ini di sambut baik karena pada saat itu hubungan antara Portugis dan Banten sedang terjadi permusuhan.Sikap Van Neck yang hati-hati dan dapat mengambil hati pembesar-pembesar Banten ,sangat menguntungkan bagi Belanda.Tiga kapal Belanda yang penuh muatan di kirim kenegara mereka,dan lima kapal lainnya meneruskan perjalanannya ke Maluku.
            Persaingan antara Portugis dan Belanda dalam bidang perdagangan pada abad ke-17 membawa ke suatu arena perang kerajaan-kerajaan.Semuanya hendak mengambil rempah-rempah dari Banten.Eropa mengalami perubahan politik dengan bersatunya Portugis dengan Spanyol.Dengan perubahan ini Spanyol mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan Portugis di mana-mana.
         Untuk tugas ini Raja Felipe III dari Spanyol menginstruksikan Andrea Furtado de Mendoa dengan suatu armada berangkat ke pantai utara jawa untuk memblokade Banten untuk menghalang-halangi kapal Belanda menghubungi kantor dagang mereka.Armada belanda yang di pimpin oleh Walpert Harmansz menyerang armada Spanyol dan mengakibatkan kerusakan kecil.Hal ini menguntungkan Belanda yang akhirnya dapat memuat rempah-rempah dan lada dari pelabuhan Banten.
            Tahun 1602 Belanda berhasil mengusir Portugis dan Spanyol yang berada dalam satu raja.Pada tahun 1602 Inggris mulai memperhatikan perdagangan ke pulau rempah-rempah.Suatu badan perdagangan Inggris utusan dari Kapten James Lancaster datang ke Banten dengan membawa hadiah-hadiah dari Ratu Inggris.Mereka pun di terima dengan baik oleh Banten dan di beri izin untuk mendirikan kantor dagang.
            Pada tahun 1603 orang Belanda telah mendirikan Kantor dagang pertama di seluruh kepulauan indonesia.yang menjadi kepalanya  Francois Wittert.VOC membuat kontrak dengan perundingan dengan Pangeran Jakarta yang berdiri di pihak lawan Raja Banten. Pada tahun 1603 Voc memutuskan untuk mengangkat Jan Pieterszoon Coen sebagai kepala tata buku yang mempunyai wewenang atas kantor perdagangan Banten dan Jakarta. Peran yang di mainkan Jan Pieterszoon Coen adalah membuat Banten dan Jakarta saling curiga. Apabila  Mangkubumi Banten berniat untuk memecat Pangeran Jakarta dan menempatkan kedudukan Jakarta di bawah Banten. Mangkubumi menganggap bahwa Pangeran Jakarta terlalu memberi hati kepada orang Eropa.
            Persaingan kepentingan pertempuran pasti akan terjadi antara Belanda dan Inggris. Pada tahun 1618 kompeni terpaksa harus mengambil bantuan dari Maluku. Pangeran Jakarta yang melihat keadaan kompeni memburuk,tidak tinggal diam. Ia mendekati Inggris yang telah mendirikan benteng untuk menyerang benten Belanda. Antara Belanda dan Inggris terjadi pertempuran laut yang dahsyat. Sementara itu,keadaan lemah dan mereka terpaksa mengibarkan bendera perdamaian sampai kedatangan Coen dari Maluku. Ini terjadi pada tanggal 28 Mei 1619. Sejak itu Coen memutuskan untuk membangun benteng kompeni di daerah Jakarta akan terjadi tempat pertemuan kapal-kapal kompeni yang berlayar di kepulauan indonesia.
            Kedatangan Coen di  Maluku ternyata menjadi malapetaka bagi penduduk Jakarta karena kota Jakarta mereka di musnahkan sama sekali. Berita mengenai pemusnahan kota Jakarta menjadi ancaman bagi benteng kompeni di Banten dengan cepat terdengar di Banten. Setelah kompeni mengadakan pameran kekuatan terhadap Jakarta ini tuntutan di kirim ke Banten untuk melepaskan semua tawanan Belanda. Sambil mengajukan tuntutan ini Coen mengancam akan menyerang Banten dalam waktu 24 jam. Kompeni dan Banten menjadi agak tenang selama 30 tahun. Namun berubah ketika Sultan Banten Tua meninggal pada 1651. Penggantinya adalah cucunya yang terkenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Tetapi ia sangat memusuhi kompeni yang menghalang-halangi perkembangan perdagangan Banten. Ia adalah orang yang taat pada islam. Dan berhasil mengembangkan perdagangan Banten dan membuat VOC merasa rugi.
            Tahun 1656 kapal kompeni da rampas oleh orang-orang Banten,dan di lakukan pula perusakan-perusakan terhadap perkebunan tebu kompeni. Bahkan sultan menolak menerima utusan Belanda merasa tidak aman di Banten,sehingga mereka meninggalkan secara diam-diam.Perdagangan Banten mulai berkembang pesat dengan Persia,Surat,Mekah,Koromandel ,Benggala dan Siam,Tonkin dan Cina. Bantuan di beri orang-orang Denmark dan Inggris dalam perdagangan Banten. Keadaan  Banten di bawah Sultan Ageng Tirtayasa berkembang dengan lebih baik sehingga menjadi ancaman Batavia. Orang Eropa yang datang ke untuk membeli rempah-rempah banyak mempunyai kantor dagang di Banten.
            Penyerbuan pasukan  Mataram ke kantor  VOC terjad pada tanggal 18 agustus 1618. Alasnya adalah perampokan yang di lakukan kapal-kapal Belanda terhadap jung-jung jepara. Dan karena sikap Balthasar Van Eynthoven yang tidak baik. Tetapi alasan yang sangat jelas adalah janji-janji yang sudah berlangsung empat tahun yang tidak ditepati terhadap Mataram. Penyerbuan ini dari pihak Mataram jatuh beberapa korban,tiga orang terbunuh,beberapa luka-luka,dan sisanya di jadikan tawanan.Sultan Agung mensinyalir adanya bahaya dari kantor dagang di Jepara karena terdengar  bahawa kantor dagang yang ada itu juga dapat membahayakan kerajaanya.
            21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng Hollandia. Mereka mencoba menaiki benteng tersebut dengan tangga. Akan tetapi, orang Belanda mengetahui tujuan pasukan Mataram. Sehingga VOC mengubah sikap pertahanan menjadi penyerangan. Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukan Kompeni,Mereka tidak begitu saja menyerah. Tahun 1629 tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan perlengkapan senjata api. Sebagian tentara Mataram mencoba mengusir ternak kompeni tetapi di cegah kompeni. Pada hari-hari berikutnya para prajurit Mataram maju ke Benteng VOC ,pada tanggal 21 September 1629 tembakan dimulai kepada VOC.VOC membiarkan penembakan benteng nhya sehingga bahan-bahan persediaan makanan habis. Dan Jon Pieterszoon tiba-tiba meninggal karena penyakit.
            Pemerintahan Mataram tahun 1641 mengadakan pemindahan penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Barat di daerah Sumedang. Tindakan ini membuat VOC khawatir.
            Hubungan antara kompeni dan Mataram ,setelah tahun1642,tidak begitu baik karena tawanan-tawanan Belanda tidak di lepaskan oleh Mataram. Kompeni mencari jalan lain untuk memaksa Mataram mengembalikan para tawanan Belanda itu. Keadaan menjadi tegang ketika inggris menawarkan kepada kepada seorang utusan Mataram ke Mekah. Ini menjadi kesempatan untuk Belanda melepaskan tawananya bila sultan meminta kapal Belanda u ntuk membawa utusan ini. Kompeni mencegat kapal Inggris yang membawa utusan Mataram ,dan hadiah ke Mekah dan menahan dan di bawa ke Batavia. Peristiwa lain ketika VOC meras bahwa Jambi dan Palembang mengancam ke amanan VOC sehingga VOC mencegat armada Mataram yang terdiri 80 perahu yang sedang mengantar kembali Raja Palembang.
            Hubungan VOC dan Mataram hingga meninggalnya Sultan Agung pada 1645 tidak mengalami perbaikan.

4.Banjar dan Gowa Menghadapi Belanda
Banjar telah di kenal Belanda sejak tahun 1596.Pada tahun itu Belanda sudah menangkap kapal yang berasal dari Banjar.Yang menarik perhatian Belanda terhadap daerah ini adalah hasil ladanya.Belanda datang ke Banjarmasin dan meminta raja untuk memonopoli perdagangan lada.Monopoli tidak bisa di penuhi karena monopoli lada di Banjar dikehendaki dalam satu kontrak.
Upaya pertama Belanda untuk memperoleh monopoli lada di lakukan pada tahun 1606 dan upaya berikutnya telah berhasil membawa raja menandatangani kontrak.Namun bukan raja yang memonopoli perdagangan lada,namun para pangeran yang menjual lada kepada siapa saja dan raja tidak dapat ikut campur.Kejadian ini membuat Belanda merasa khawatir,apalagi di tambah dengan peristiwa tahun 1638 ketika terjadi pembunuhan pada orang Belanda dalam kantor dagangnya.Mereka tidak berani mengambil tindakan karena mereka merasa takut perdangan mereka akan rusak.
Orang Belanda yang pertama kali datang ke Banjarmasin pada tahun 1606 adalah Gilles Michielszoon yang kemudian terbunuh di Banjarmasin. Alasan pembunuhan terhadap mereka adalah karena kompeni mengirim 4 kapalnya untuk merusak kota Banjarmasin. Untuk beberapa waktu lamanya Belanda tidak datang ke Banjarmasin, dan baru pada tahun 1626 mereka muncul kembali untuk mencari lada. Pada tahun 1635 dibuat kontrak baru antara Belanda dan Banjar yang di tanda tangani oleh Syahbandar kerajaan Banjar bernama Retnady  Ratya dari Gadja Babauw, seorang Gujarat. Dengan kontrak ini berarti pula monopoli perdagangan Lada ada ditangan Belanda.Setelah penandatanganan kontrak dengan Banjar orang Belanda tidak hanya membatasi diri pada perdagangan tetapi ikut campur dalam persoalan politik dalam Banjar. Akibat campur tangan ini semua penghuni kantor dagang Belanda di Martapura di bunuh orang-orang Belanda dikota Waringin juga mengalami nasib yang sama. Sultan Banjar meminta bantuan Banten dalam mengantisifasi kemungkinan balasan dari Belanda agar dapat memberi perlindungan kepada Banjarmasin. demikianlah reaksi-reaksi kerajaan di Banjar dalam menghadapi kompeni Belanda
Orang Belanda ketika datang ke nusantara mulanya tidak menaruh perhatian kepada kerajaan Gowa. Mereka meneruskan perjalanan ke Maluku. Belanda baru mengetahui tentang pentingnya kedudukan pelabuhan Gowa adalah pelabuhan Transito bagi kapal-kapal yang berlayar dari Maluku setelah mereka merampas kapal Portugis di dekat perairan Malaka yang ternyata memiliki awak kapal Makassar dari orang Makassar inilah Belanda tahu. Belanda mengambil kesimpulan bahwa pelabuhan Gowa sangat strategis selain terletak antara Malaka dan Maluku pelabuhan ini tidak mendapat gangguan dari Portugis. Kemudian Belanda menjajaki hubungan dengan mengirimkan surat kepada Sultan Gowa. Dalam surat tersebut menyatakan tujuan Belanda adalah untuk berdagang. Isi surat itu memberikan kesan baik terhadap Belanda.Raja Gowa mengundang Belanda untuk Berkunjung ke pelabuhan Gowa dan mengingatkan bahwa mereka hanya diperbolehkan berdagang. Dan bukan menjadi tempat adu senjata antara orang-orang asing yang berdagang disana.
Kunjungan-kunjungan Belanda mulai sering dilakukan kekerajaan Gowa. Mereka membujuk raja Gowa untuk tidak menjual beras ke Portugis. Tetapi Raja Gowa menolaknya karena tidak mau merugikan diri sendiri dengan memutuskan hubungan dagang dengan Portugis. Hubungan kerajaan Gowa dengan kompeni memburuk karena keduanya mempunyai kepentingan yang sama dalam bidang perdagangan dan ini berarti bahwa suatu ketika pasti akan terjadi pemberontakan.Kelicikan Belanda dalam menagih utang-utang dari pembesar-pembesar Gowa menimbulkan suasana permusuhan. Peristiwa ini menimbulkan kebencian kepada orang-orang Belanda yang dengan berbagai upaya hendak memaksakan kehendaknya kepada Raja Gowa.
Sebagai suatu kerajaan maaritim Gowa harus di lumpuhkan di laut. Oleh karena itu blokade terhadap kerajaan Gowa di lakukan pada tahun 1634. Kompeni mengirimkan 6 buah kapal untuk merusak ,merongrong,dan merebut kapal-kapal portugis juga perahu-perahu Makassar. Akan tetapi,armada tidak mengenai sasaran,karena raja Gowa telah mendapat berita dari Japara tentang rencana VOC dan tiga minggu sebelumnya kapal-kapal Portugis telah berangkat menuju Makao. Perahu dagang kaum pribumi telah berangkat. Armada Belanda hanya berhasil memblokade armada kecil yang akan ke Maluku untuk membantu Maluku melawan Belanda.
Di Buton banyak terjadi penyerbuan dan pembunuhan terhadap orang-orang Belanda. Karena keadaan ini kompeni mengambil jalan lain,yaitu mendekati Gowa kembali. Suatu utusan dikirim untuk mengadakan perjanjian perdamain. Pejanjian perdamaian berlangsung dari tahun 1637 hingga 1654. Terdapat banyak hal-hal yang sering membawa keduanya kejurang permusuhan,seperti tahun 1638 ketika kompeni merampok angkutan kayu cendana yang telah dijual oleh orang Makassar kepada orang Portugis. Orang Portugis yang berlayar dengan bendera kerajaan Gowa memprotes,pembesar Gowa membela mereka dan raja oun membela rakyat. Ganti rugi kepada Belanda mulanya Belanda tidak mau membayar,sehingga Karaeng Ptengaloan dan Buraung mengancam akan mengusir orang Belanda dari Sombaopu. Atas ancaman itu Belanda terpaksa membayar apa yang di tuntut oleh pembesar Gowa. akhirnya kedua belah pihak besiap-siap ,Gowa menyiapkan armada perang dengan kekuatan 5.000 orang bersenjata untuk berlayar ke Maluku. Ini terjadi pada bulan Oktober 1653,sedangkan pada akhir 1653 perang telah berada di ambang pintu. Perang terbuka pecah pada awal 1654 dan berlangsung hingga 1655. Pertempuran terjadi di beberapa tempat.Blokade diadakan terhadap pelabuhan Sombaopu,pertempuran di Buton dan Maluku,terutama di Ambon.Kompeni banyak mengelurkan uang yang sangat banyak untuk perang,sehingga kompeni mengirimkan utusan untuk membuat perdamaian. Perjanjian itu pada tanggal 27 Februari 1656. Isi perjanjian ini sangat menguntungkan Makassar,karena Gowa boleh menagih utangnya di Ambon,melepaskan tawanan masing-masing ,musuh kompeni bukan musuh Gowa,kompeni tidak akan ikut campur dengan perselisihan intern Makassar.bagi kompeni perjanjian ini tidak menguntungkan. Oleh karena itu kompeni mengirim sebuah ultimatum kepada raja ,dan di balas dengan ultimatum lain. Keadaan ini membuat VOC menyiapkan diri untuk perang.
Setelah kemengan Kompeni terhadap kerajaan Gowa,orang Portugis terpaksa meninggalkan pelabuhan kerajaan Gowa ini. Keadaan tetap tegang karena Belanda memberi bantuan kepada orang yang menentang Raja Gowa. sementara pihak Gowa mempergunakan setiap kesempatan untuk merampas sejata api kompeni. Akhirnya perang baru tidak dapat di hindarkan. Peristiwa yang menyebabkan perang,yaitu kapal VOC,De Leeuwin,yang terdampar di sekitar Gowa,16 merimnya di ambil.
Penyelidikan atas peristiwa kapal ini oleh VOC di tolak pihak Gowa. meskipun demikian,VOC mengirim seorang pegawainya ke kapal tersebut,tetapi ia di bunuh. Sejak kejadian ini semua utusan yang di kirim oleh VOC ke Sultan Gowa mengalami kegagalan.VOC memutuskan untuk menonjolkan kekuatanya dan mempersiapkan diri untuk menyerang kerajan Gowa. sementara menunggu reaksi Gowa,kapal-kapal VOC di intruksikan untuk mengadakan perampokan-perampokan terhadap perahu-perahu makassar dan memusnahkan kampung-kampung sepanjang pantai.Keinginan VOC untuk menyelesaikan permusuhan dengan kerajaan Gowa secepat mungkin tidak tercapai karena raja Gowa tidak mau tunduk kepada tuntutan kompeni. Perang pecah,armada kompeni berlayar ke Bonthain,di sana terjadi suatu perkelahian terjadi yang menyebabkan Aru Palaka terluka.Bonthain kemudian harus ditinggalkan oleh pasukan-pasukan Gowa dan kompeni,kota ini kemudian VOC memusnahkanya sama sekali. Setelah meninggalkan Bonthain armada kompeni tiba di Buton,tetapi dikepung oleh pasukan Gowa yang sangat besar yang terdiri dari 15.000 orang prajurit dan 450 perahu. Tidak sedikit korban yang jatuh dalam pertempuran ini.
Setelah mengadaperlawanan yang maksimal ,pasukan Gowa terpaksa menyerah. Meskipun keadaan ini tidak menguntungkan kerajaan Gowa,mereka tidak tinggal diam menunggu kedatangan kompeni di bawah komando Speelman. Mereka memperkuat diri dengan mendirikan benteng-benteng di sepanjang pantai kerajaan. Selain persiapan fisik ini persiapan diplomatik juga di adakan persahabatan dengan Banten yang juga musuh kompeni. Perang terpaksa meletus kembali pada 7 juli 1667 di mana kompeni menyerbu Bonthain yang telah di pertahankan 7.000 orang.  Keadaan berulang seperti waktu kedatanganya.Keadaan tegang telah berlangsung untuk beberapa waktu ,hingga pada tanggal 19 juli tembakan di lepaskan dari Sombaopu ke arah kapal Speelmen. Tembakan-tembakan sengit terdengar setiap hari.Aru palaka berhasil mengalahkan pos-pos kerajaan Gowa. dalam peristiwa ini Speelman ini hampir tewas.
Pada bulan september Speelman memutuskan untuk menyerang Barombong yang merupakan benteng selatan dalam lingkaran perbentengan kerajaan Gowa. dalam perlawanan sengit terhadap pasukan Kompeni,pihak Gowa menggunakan meriam-meriam besar. Penyerbuan mendadak oleh Aru Palaka terhadap istana Barombong merupakan suatu obat terhadap kelesuan yang sudah ada di kalangan prajurit Bugis dan Kompeni.

VOC MERUBAH PERCATURAN POLITIK DI INDONESIA

Setelah berdirinya VOC, terjadi perubahan dalam hubungan dagang antara VOC dengan penguasa pribumi yang semula baik berubah menjadi permusuhan. Perselisihan sering terjadi setelah VOC mendirikan benteng-benteng (loji) pertahanan di pelabuhan-pelabuhan dagang, seperti Benteng Kota Intan (Forest Spelwijk) di banten, Benteng Victoria di Ambon, Benteng Rotterdam di makasar, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Nasao di banda. Selain itu tujuan VOC yang semula mengatasi persaingan antar pedagang asing, ternyara berubah menjadi merugikan Indonesia yaitu untuk menguasai kerajaan-kerajaan Indonesia, menguasai pelabuhan-pelabuhan penting, dan melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah. Untuk melaksanakan tujuan menguasai kerajaan-kerjaaan Indonesia, VOC melakukan politik devide et impera (politik memecah belah dan adu domba) antara keluarga dalam satu kerajaan dengan keluarga lainnya.
Keinginan VOC untuk melakukan monopoli terhadap perdagangan yang ada dikawasan Nusantara, telah pula membawa VOC kedalam percaturan politik kerajaan-kerajaan Islam yang ada saat itu. Hal ini berkaitan dengan politik devide et impera yang dijalankan oleh VOC dengan tujuan menguasai baik secara politik maupun ekonomi yang tentunya akan menopang VOC dalam memonopoli perdagangan.Berbagai persoalan baik intern maupun ekstern berkembang menjadi persoalan besar karena adanya campurtangan dari pihak VOC yang kemudian berakibat pada perpecahan kerajaan. Hal inilah yang lambat laun memperuncing pertentangan yang ada. Namun demikian pada akhirnya berbagai perpecahan yang diciptakan oleh VOC ini pulalah yang akhirnya menghancurkan berbagai bentuk perlawanan yang ada di seluruh wilayah Nusantara.

Belandalah yang dengan kepandaian diplomatiknya mulai menancapkan pengaruh politiknya dalam hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan yang ada. Belanda mulai turut bermain dalam kemelut-kemelut kerajaan yang berujung keuntungan bagi Belanda, yang merupakan awal dari jatuhnya kawasan Nusantara kedalam genggaman Belanda.
  Dalam percaturan politik saat itu yang ditandai oleh perebutan wilayah kekuasaan antara Surabaya, Mataram, Banten dan VOC. Jatuhnya Surabaya ketangan Mataram berarti hilangnya salah satu saingan dagang VOC.
Dalam percaturan politik di dalam kompleksitas historis jawa, bagian pertama   abad ke 17 ditandai oleh perebutan pengaruh.  Surabaya pada saat itu memegang       peranan penting untuk meneruskan peranan lama perdagangan Jawa sebagai      pelabuhan transito dari Maluku dan Malaka. Bersamaan dengan peranannya       sebagai pengahasil beras. Banten mempunyai peranan penting dalam perdagangan        ladanya, sedang Mataram memegang kunci dalam sistem pertukaran, sedang    VOC tetap bertujuan untuk merebut monopoli dari seluruh kegiatan perdagangan.

      Dipandang dari persfektif itulah, maka ekspansi Mataram dengan Ostpolitknya            (politik ke Timur) dengan tujuan untuk menaklukan Surabaya akan       menguntungkan VOC, karena dengan demikian salah satu saingannya       dapatdisingkirkan. Politik Mataram terhadap daerah pesisir pada umumnya      memang membuka kesempatan bagi VOC unutik memainkan peranannya      diwilayah tersebut.

Usaha VOC Menghadapi Kekuasaan Kerajaan-Kerajaan Islam
VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten. Dalam hubungannya dengan hal tersebut, suatu hal yang begitu menarik adalah kemampuan Belanda dengan VOC-nya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan dimana mereka berada dan menggunakan kemampuan tersebut sebagai kekuatan mereka untuk menguasai wilayah-wilayah dimana mereka berada, selain tentunya kemajuan teknologi yang mereka miliki yang memberikan dukungan bagi mereka untuk melakukan hal tersebut. Dilihat dari perkembangan sejarah yang ada, terlihat bahwa kemampuan diplomasi yang dimiliki oleh Belanda saat itu mengungguli kemampuan Portugis maupun Inggris.
Apa yang diperlihatkan oleh sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia, menggambarkan secara jelas bagaimana Belanda secara pintar juga cerdik menjalankan peranannya sebagai aktor penengah dalam segala pertikaian yang terjadi dalam kerajaan-kerajaan yang ada. Sebuah peran yang memberikan keuntungan bagi Belanda secara vital dalam bidang politik saat itu. Yang pada akhirnya memberikan kesempatan dan peluang bagi Belanda untuk bertindak sebagai penguasa tunggal di kawasan Nusantara untuk waktu yang sangat lama.
























BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
·         Malaka dan Aceh menghadapi Portugis dan Belanda
Maksud utama Portugis menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan yang melalui Selat Malaka atau yang melakukan perdagangan dengan Malaka semata-mata. Karena usaha orang-orang Portugis untuk menguasai Malaka, terjadilah perang dengan Sultan Mahmud Syah dan rakyatnya.
Sejak Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511, agama yang merupakan salah satu factor penting dalam mengadakan eskpansi mulai mundur, karena Faktor Ekonomilah yang pertama. Pada akhir pemerintahan Iskandar Muda di daerah Pantai Barat Sumatera pemerintahan setempat mulai merasakan kelonggaran dari pengawasan pusat sehingga panglima-panglima mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Sultan memalingkan persahabatannya kepada orang-orang Portugis karena orang-orang Belanda memberi bantuan kepada Johor. Keadaan inilah yang menjadi pemicu bagi Belanda untuk menyerang malaka pada tahun 1641, serangan ini sangat merugikan supremasi dagang dan peranan politik Aceh.

·         Maluku Menghadapi Portugis, Spanyol, dan Belanda
Pada tahun 1529, Dom Jorge de Meneses dengan sekutunya Ternate dan Bacan menyerbu Tidore dan mengalahkan Tidore dan orang-orang Kastilia (Spanyol). Dom Jorge de Meneses Goncalo Pereira dibunuh oleh orang-orangnya sendiri Karena memaksa orang-orang Ternate untuk menyetor 1/3 hasil cengkih mereka untuk raja Portugal. Tristoa de Altaida, pada tahun 1533, karena tindakannya yang kasar menimbulkan pemberontakan, sehingga raja Ternate yang biasanya menjadi sekutu memusuhinya. Penduduk dari Papua sampai Jawa telah dimobilisasi atau diminta bantuannya untuk mengusir Tristoa Altaida dan orang-orang Portugis lainnya. Orang-orang Ternate kemudian membakar benteng Portugis dan sebagian kota Ternate. Tidore dan Bacan pun dipertahankan dan pertempuran melawan Portugis dimulai dengan sengit. Mereka pun berhasil merampas senjata api dan senjata lainnya dari orang-orang Portugis.
Untuk beberapa tahun perlawanan rakyat Maluku terhadap kompeni boleh dikatakan reda. Tetapi sejak tahun 1650, timbul lagi perlawanan yang lebih meluas yaitu dari daerah Ambon sampai Ternate. Perlawanan yang di pimpin Saidi sangat mencemaskan kompeni Belanda karena seluruh daerah penghasil rempah-rempah dibakar. Ketika perang sedang berkobar datanglah De Vlamingh Van Oosthoorn membawa bala bantuan. Tidak lama kemudian Saidi tertangkap dan ditusuk belati oleh De Vlamingh, sehingga gugur. Dengan demikian, perlawanan rakyat di daerah Maluku itu dapat ditumpas. Selanjutnya, sultan Ternate yang Sah harus membuat suatu perjanjian baru dimana Sultan Ternate tidak perlu lagi menempatkan wakilnya di kepulauan Ambon karena segala urusan ditangani kompeni sendiri.
Pada masa pemerintahan “Sultan Amsterdam” tahun 1675, timbul lagi perlawanan terhadap kompeni berada di bawah gubernur yang bernama Padbrugge. Perlawanan itu tidak berhasil dan Sultan Amsterdam dipaksa menyerahkan diri dan kemudian diasigkan ke Batavia. Dengan demikian, kebijakan VOC menegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah di daerah Maluku berhasil, berarti bahwa VOC berhasil menanamkan kekuasaan politik kolinialnya di daerah Maluku.
·         Banten dan Mataram Menghadapi Belanda
Banten merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang dari India ,Arab, dan Persia mulai menghindari Malaka yang pada tahun 1511 telah dikuasai Portugis orang-orang Belanda dicurigai ketiga datang untuk pertama kali pada tahun 1596. Akan tetapi setelah mereka menerangkan maksud kedatangannya mereka pun diterima dengan baik . Mangkubumi Banten yang juga memangku wali raja datang ke kapal dimana antara Mangkubumi dan Cornelis de Houtman dibuat suatu perjanjian persahabatan yang mengatakan bahwa Belanda boleh berdagang dengan bebas di Banten.
Persaingan antara Portugis dan Belanda dalam bidang perdagangan pada abad ke-17 membawa ke suatu arena perang kerajaan-kerajaan.Semuanya hendak mengambil rempah-rempah dari Banten.Eropa mengalami perubahan politik dengan bersatunya Portugis dengan Spanyol.Dengan perubahan ini Spanyol mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan Portugis di mana-mana.
Hubungan antara kompeni dan Mataram ,setelah tahun1642,tidak begitu baik karena tawanan-tawanan Belanda tidak di lepaskan oleh Mataram. Kompeni mencari jalan lain untuk memaksa Mataram mengembalikan para tawanan Belanda itu. Keadaan menjadi tegang ketika inggris menawarkan kepada kepada seorang utusan Mataram ke Mekah. Ini menjadi kesempatan untuk Belanda melepaskan tawananya bila sultan meminta kapal Belanda u ntuk membawa utusan ini. Kompeni mencegat kapal Inggris yang membawa utusan Mataram ,dan hadiah ke Mekah dan menahan dan di bawa ke Batavia. Peristiwa lain ketika VOC meras bahwa Jambi dan Palembang mengancam ke amanan VOC sehingga VOC mencegat armada Mataram yang terdiri 80 perahu yang sedang mengantar kembali Raja Palembang.
            Hubungan VOC dan Mataram hingga meninggalnya Sultan Agung pada 1645 tidak mengalami perbaikan.
·         Banjar dan Gowa Menghadapi Belanda
Banjar telah di kenal Belanda sejak tahun 1596.Pada tahun itu Belanda sudah menangkap kapal yang berasal dari Banjar.Yang menarik perhatian Belanda terhadap daerah ini adalah hasil ladanya.Belanda datang ke Banjarmasin dan meminta raja untuk memonopoli perdagangan lada.Monopoli tidak bisa di penuhi karena monopoli lada di Banjar dikehendaki dalam satu kontrak.
Kunjungan-kunjungan Belanda mulai sering dilakukan kekerajaan Gowa. Mereka membujuk raja Gowa untuk tidak menjual beras ke Portugis. Tetapi Raja Gowa menolaknya karena tidak mau merugikan diri sendiri dengan memutuskan hubungan dagang dengan Portugis. Hubungan kerajaan Gowa dengan kompeni memburuk karena keduanya mempunyai kepentingan yang sama dalam bidang perdagangan dan ini berarti bahwa suatu ketika pasti akan terjadi pemberontakan.Kelicikan Belanda dalam menagih utang-utang dari pembesar-pembesar Gowa menimbulkan suasana permusuhan. Peristiwa ini menimbulkan kebencian kepada orang-orang Belanda yang dengan berbagai upaya hendak memaksakan kehendaknya kepada Raja Gowa.
Setelah kemengan Kompeni terhadap kerajaan Gowa,orang Portugis terpaksa meninggalkan pelabuhan kerajaan Gowa ini. Keadaan tetap tegang karena Belanda memberi bantuan kepada orang yang menentang Raja Gowa. sementara pihak Gowa mempergunakan setiap kesempatan untuk merampas sejata api kompeni. Akhirnya perang baru tidak dapat di hindarkan. Peristiwa yang menyebabkan perang,yaitu kapal VOC,De Leeuwin,yang terdampar di sekitar Gowa,16 meriamnya di ambil.
Pada bulan september Speelman memutuskan untuk menyerang Barombong yang merupakan benteng selatan dalam lingkaran perbentengan kerajaan Gowa. dalam perlawanan sengit terhadap pasukan Kompeni,pihak Gowa menggunakan meriam-meriam besar. Penyerbuan mendadak oleh Aru Palaka terhadap istana Barombong merupakan suatu obat terhadap kelesuan yang sudah ada di kalangan prajurit Bugis dan Kompeni.

·         Voc Merubah Percaturan Politik Di Indonesia

Setelah berdirinya VOC, terjadi perubahan dalam hubungan dagang antara VOC dengan penguasa pribumi yang semula baik berubah menjadi permusuhan. Perselisihan sering terjadi setelah VOC mendirikan benteng-benteng (loji) pertahanan di pelabuhan-pelabuhan dagang, seperti Benteng Kota Intan (Forest Spelwijk) di banten, Benteng Victoria di Ambon, Benteng Rotterdam di makasar, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Nasao di banda. Selain itu tujuan VOC yang semula mengatasi persaingan antar pedagang asing, ternyara berubah menjadi merugikan Indonesia yaitu untuk menguasai kerajaan-kerajaan Indonesia, menguasai pelabuhan-pelabuhan penting, dan melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah. Untuk melaksanakan tujuan menguasai kerajaan-kerjaaan Indonesia, VOC melakukan politik devide et impera (politik memecah belah dan adu domba) antara keluarga dalam satu kerajaan dengan keluarga lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
            Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2007. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
Kurnia, Eman Rusmana. 2010. PERLAWANAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM
TERHADAP VOC DI INDONESIA. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta : FIPPS Unindra PGRI.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Etika dalam Menggunakan Media (ICT)

Kalangan atau pasar Tradisonal khas Sumsel