Sejarah kondisi perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permualaan kedatangan Islam

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan berpendidikan manusia bisa merubah kehidupannya untuk menuju ketaraf yang lebih baik. Selain itu dengan pendidikan juga manusia bisa menguasai berbagai hal yang berhubungan dengan pengetahuan, bahkan dengan pendidikan manusia juga bisa menguasai dunia.
Seperti yang kita ketahui manusia itu selalu mengalami perkembangan baik tingkah laku, pemikiran dan hal-hal lainnya. Baik dalam segi ekonomi, sosial maupun pendidikan. Pendidikan di Indonesia ini sudah ada sejak zaman purba hanya saja pendidikan tersebut masih bersifat sangatlah sederhana. Seperti halnya bagaimana cara meramu, membuat makanan cara bercocok tanam, barter dan sebagainya. Mereka semuanya belajar dari alam dan kehidupan mereka sendiri. Tidak seperti kita yang sekarang belajar dari manusia dan manusia lainya. Karena pada hakikatnya manusia merupakan makhluk yang tidak bisa tidak membutuhkan bantuan dari orang lain. Termasuk dalam hal pendidikan. 
Saat ini perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern. Lembaga pendidikan islam telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan zamannya.
Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang perkembangan pendidikan islam di Indonesia, pantasnya kita mengkaji tentang sejarah masuknya islam di Indonesia dan pendidikan pada masa permulaan. Di sini pemakalah berusaha memaparkan tentang sejarah masuknya islam di indonesia dan pendidikan islam pada masa permulaan sebagai awal dari perjalanan untuk mengkaji lebih jauh tentang perkembangan pendidikan islam di Indonesia.
1.2  Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permualaan kedatangan Islam?
1.3  Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permulaan Islam datang ke Indonesia.
1.4  Manfaat
1.      Untuk Mahasiswa, agar Mahasiswa lebih mengetahui bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia pada awal kedatangan Islam.
2.      Untuk Dosen, sebagai bahan ajar maupun diskusi antara mahasiswa dengan dosen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan dan Pengajaran Abad ke-16 Sampai Abad ke-18
Pada permulaan abad ke-16 dan mungkin di dalam abad ke-13 banyak masyarakat yang dahulu memeluk agama  Hindu telah kemudian memeluk agama Islam. Mungkin sekali agama Islam mereka telah disesuaikan dengan keadaan dan adat istiadat dan mungkin dengan kebudayaan bangsa Hindu. Agama Islam yang dibawa ke Indonesia telah mengalami perubahan sedikit-sedikit. Pada permulaan perkembangannya kelihatan di Aceh, Sumatra Timur dan pantai-pantai kepulauan yang lain. Pada permulaan abad ke-15 Maulana Malik Ibrahim (dimakamkan di Gresik)mulai menyiarkan agama Islam. Pada waktu Brawijaya ke-V bertahkta di Majapahit, Sunan Ngampel/ Sunan Ampel atau Raden Rachmat diperkenankan memberi pelajaran agama Islam di Surabaya. Tetapi pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah seperti sekarang belum ada. Sebab sekolah-sekolah semacam ini asalnya dari dunia Barat. Hal semacam itu baru terjadi pada abad ke-19 dibawa oleh Belanda ke Tanah air kita. Agama Islam yang ada di Tanah Jawa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : yang diberikan di langgar-langgar dan di pesantren. (Agung,2012:14-15)
Pengajaran di langgar-langgar merupakan pengajaran permulaan. Sedang pengajaran di pesantren ditujikan kepada mereka yang ingin memperdalam pelajaran ketuhanan. Di tiap-tiap desa ada sebuah rumah dari bambu, kayu atau batu yang dipergunakan untuk beribadat oleh orang-orang yang beragam Islam, juga untuk memberi pelajaran membaca Al-Quran. Yang memberi pelajaran pada umumnya kaum atau modin. Cara memberi pelajaran di langgar-langgar itu berbeda sekali dengan cara sekarang. Kadang-kadang ada yang mulai dengan alfabet Arab. Tetapi sering cara ini di tinggalkan dan guru mulai dengan mengaji ayat-ayat alquran. Pada murid disuruh meniru apa yang di ucapkan dengan lagu. (Agung,2012:15)
Tujuannya mengutamakan Al-Quran. Sistem pengajaran secara HOOFDELYK atau individual. Yang secara individual anak satu persatu kehadapan guru sedang anak yang lain menunggu gilirannya. Ada hubungan yang erat antara murid dan guru sampai meninggal. Murid-murid di pesantren disebut santri dan tinggal disuatu perumahan (pondok). Adapun isi pengajaran di pesantren yang penting ialah :
1.      Ilmu tentang kepercayaan
2.      Ilmu tentang kewajiban faqih
Disamping al-quran juga digunakan buku-buku yng di tulis dalam bahasa arab sebagaian di dalam bahasa jawa. Guru membaca ayat-ayat, menterjemahkan, dan menerangkan. Kitab fiqih berisi segala sesuatu mengenai penghormatan terhadap tuhan dan berbagai hak tentang perkawinan, hak dan pembagian warisan, kejahatan.
Pembagian waktu sehari-hari :
1.      Jam 5 pagi menjalankan ibadah
2.      Sesudah itu mereka mengerjakan pekerjaan untuk kepentingan guru
3.      Setelah selesai melakukan pengajaran yang sesungguhnya
4.      Sesudah makan siang santri istirahat. Kemudian belajar lagi dan tidak melupakan waktu istirahat
5.      Beberapa santri menjaga keamanan waktu malam.
Semangat tolong menolong hidup dalam pesantren, mereka makan bersama. Pesantren-pesantren tersebut ada yang besar ada pula yang kecil. Bahan-bahan pelajarannya tidak sama, lamanya pun tidak sama. Pesantren yang terkenal mempunyai ratusan murid, yaitu Pesantren Tegalsari di Kabupaten Ponorogo pada 1877 mempunyai 252 orang murid. Sistem pendidikan dengan sistem pesantren terus berkembang. Pada permulaan abad ke-19, jumlah pesantren sudah banyak. Selain langgar, di Sumatera pun terdapat sekolah-sekolah semacam di atas. Dipandang tidak ada perbedaan antara langgar dan pesantren. Sekolah-sekolah agama di Sumatra disebut “Surau” yang memberi pelajaran permulaan dan pelajaran tinggi. Dalam surau-surau yang kecil hanya diajarkan membaca Al-Quran dengan tidak memakai pengertian dan kecakapan menulis. Di surau yang besar mendidk siswanya supaya memiliki pandanga dan pendapat yang terang tentang pengetahuan umum.\di aceh dinamakan “Rangkango”. Di dalam memepelajari pendidikan dan pengajaran waktu agama Islam berkembang di Indonesia perlu dipersoalkan : “Apakah sistem langgar dan sistem pondok pesantren ini tiruan Negara Arab atau ciptaan bangsa kita sendiri”. (Agung,2012:17)
Telah diterangkan di muka bahwa sebelum agama Islam, bangsa kita telah memilki sistem pendidikan dan pengajaran yang berbentuk asrama (guru dan siswanya diam (tinggal) bersama). Para Brahmana tidak menerima nafkah, tetapi mendapat penghargaan yang tertinggi dari masyarakat dan ketaatan siswa terhadap gurunya besar sekali. Keadaan demikian ini tidak ada di negara Arab. Dari kenyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan pesantren pondok adalah kelanjutan dari sistem asrama tersebut di atas. (Agung,2012:17)
Penghargaan dan penghormatan masyarakat dan para santri terhadap para kiai sama besarnya dengan penghargaan terhadap para Brahmana. Hal ini disebabkan oleh karena bangsa kita sebelum datangnya agama Islam telah mempunyai tradisi tentang penghargaan kepada guru. Di negara Arab yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran adalah masjid. Nabi Muhammad saw. Sendiri kalau memberi wejangan tentang keyakinan agama dan kewajiban di dalam agama juga di masjid. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem pesantren-pondok asalnya tidak dari Tanah Arab, tetapi dari Tanah Hindu. (Agung,2012:17-18)
Mulai abad ke-16 datanglah Bangsa Barat. Mula-mula pada abad ke-15 datanglah bangsa Portugis. Kemudian disusul oleh bangsa Belanda yang semula Berdagang dan lambat laun menjajah Indonesia. Selain itu pada 1811-1816 disusul bangsa Inggris yang pernah menguasai Indonesia. (Agung,2012:18)
Bangsa ini sama sekali tidak memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi bangsa kita. Sebaliknya malah menghalang-halangi perekambangan agama Islam dan akibatnya ialah pondok pesantren tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya. Pada waktu Belanda mulai mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan sistem Barat. Tugas mengawasi pengajaran agama di pesantren-pesantren. (Agung,2012:18)
Pada 1905 Belanda mengeluarkan peraturan bahwa orang yang akan memberi pengajaran harus meminta izin lebih dahulu. Tahun 1925 ada peraturan baru lagi yang menetapkan bahwa para kiai yang memberi pengajaran, cukup dengan pemberitahan. Peraturan-peraturan itu semua merupakan rintangan perkembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh para pengikut agama Islam. Sejarah ini menunjukkan bahwa sampai abad ke-18 atau permulaan abad ke-19 di Tanah air kita belum ada pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan menurut sistem seperti yang kita miliki sekarang ini. (Agung,2012:18)
2.2 Pendidikan dan Pengajaran masa Mataram Islam
Pada abad ini timbulnya ahli pikir yang memebentangkan pendapatnya tentang pendidikan. Pada abad ke-17 dan 18 Tanah air kita dijajah oleh Belanda. Kekusaan negara dipegang oleh bangsa Belanda yang tidak menghendaki perkembanagn pendidikan dan pengajaran agama Islam sehingga bangsa kita tidak mengalami perkembangan sebagaimana mestinya. (Agung,2012:19)
Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung terdesak, sehingga kerajaan kehilangan sebagain besar kekuasaanya dan daerahnya. Kerajaan Mataram ibu kotanya kelak dipindahkan ke Kartasura pada 1680 dan kemudian dipindah lagi ke Sala (Surakarta). Pada 1755 dipecah menjadi dua Surakarta dan Yogyakarta. Tahn 1757 Sala pecah menjadi dua Surakarta dan Mangkunegara. Yogyakarta menjadi Kesultanan Ngayogyakarta dan Paku Alam. (Agung,2012:19)

Mulai zaman Kartasura kekuasaan Kerajaan menjadi terbatas sekali. Lapangan pengajaran dan pendidikan diurus oleh masyarakat sendiri, tidak oleh pemerintah raja-raja. Mungkin ini juga merupakan salah satu sebab tidak adanya kemajuan dari pondok pesantren. Pemerintah kerajaan tidak berkuasa lagi untuk memajukan, sedang pemerintah Belanda menghalang-halangi. Tetapi meskipun demikian di Kerajaan Mataram tidak sedikit orang-orang yang dapat membaca dan menulis dengan hruf Jawa. Kebanyakan mereka berusaha sendiri. Para raja-raja mengenal kesusastraan dan bahasa Jawa. Beberapa raja ada yang mengarang buku yang berisi pendidikan pula. Di dalam lingkungan kraton oleh raja diperintahkan untuk mempelajari bahasa dan kesusastraan yang umumnya disebut pujangga, antara lain :
1.      Sultan Agung pengarang Niti Sastra
2.      Paku Buwana ke IV pengarang Wulang Reh
3.      Mangkunegara ke IV pengarang Wedatama
Mangkunegara memakai istilah jika sebagai pengganti kehendak bersatu dengan Tuhan.
1.      Pendidikan  jasmani bertujuan memelihara kesehatan dan kekuatan badan sehingga selalu siap sedia untuk melaksanakan perihal jiwa. Manusia harus selalu waspada, jangan sampai jasmani menguasai jiwa. Untuk mencapai ini manusia harus dapat menguasai hawa nafsunya.
2.      Pendidikan kecerdasan. Pikiran bermaksud menghimpun ilmu pengetahuan, dengan ini dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang nyata dan mana yang tidak nyata. Manusia harus bertindak menurut pikiran yang benar.
3.      Pendidikan keindahan dan kesusilaan bermaksud melihat rasa, supaya dapat menyelami keindahan keindahan yang akan mempengaruhi rasa kesusilaan. Kalau pikiran yang cerdas dan perasaan yang halus bersatu, maka persatu-paduan cipta rasa ini akan menimbulkan tindakan yang baik dan adil.
4.      Pendidikan jiwa bermaksud melatih kehendak dan mengarahkan kepada keluhuran. Sebagai puncak keluhuran. Sebagai puncak keluhuran ialah mempersatukan dengan Tuhan (Relegiuse Opvoeding=Pendidikan Keluhuran).
Mangkunegara IV mengetahui pula bahwa contoh merupakan alat pendidikan yang utama. Maka kepada para pemuda dianjurkan mempelajari sejarah nenek moyang yang telah berjasa. Seperti Panembahan Senopati yang membentuk Kerajaan Mataram. Mangkunegara mempunyai rasa kebangsaan yang besar. Janganlah kamu melupakan bangsamu. (Agung,2012:20)
a.       Buku Tritama
Di dalam buku Tritama, Mangkunegara IV menyatakan dengan tegas bahwa para pemuda harus meniru atau melaksanakan kehidupan yang berjiwa pahlawan. Pahlawan seperti Panembahan Senopati dapat menguasai diri di dalam segala tindakannya lahir dan batin serta selalu ramah tamah terhadap sesama hidup. Pahlawan seperti Sumantri menunjukan kebenaran yang luar biasa dan setia kepada cita-citanya tidak takut kehilangan nyawanya. (Agung,2012:20-21)
b.      Buku Wirawiyata
Di dalam buku Wirawiyata Mangkunegara IV tidak lupa memberi wejangan kepada para prajurit, para tentara dan para perwira. Ditanamkan di dalam sanbari para pemuda benih-benih keprajuritan. Disiplin dan keutamaan budi. (Agung,2012:21)
2.3 Sistem Pendidikan Langgar
Di tiap-tiap desa yang penduduknya telah menjadi muslim umumnya didirikan langgar atau masjid. Fasilitas tersebut bukan hanya sebagai tempat shalat saja, melainkan juga tempat untuk belajar membaca al-Qur’an dan ilmu-ilmu keagamaan yang bersifat elementer lainnya. Pendidikan di langgar di mulai dari mempelajari abjad huruf Arab (hijaiyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci al-qur;an.pendidikan di langgar di kelolah oleh seorang petugas yang disebut amil, modil, atau lebai (di sumatera) yang mempunyai tugas ganda, disamping memberikan do’a pada waktu upacara keluarga atau desa, juga berfungsi sebagai guru. Pelajaran biasanya diberikan pada tiap pagi atau petang hari, satu sampai dua jam. Pelajaran memakan waktu selama beberapa bulan, tetapi pada umumnya sekitar satu tahun. (Hasbullah:2001)
Metode pembelajaran adalah murid duduk bersila dan guru pun duduk bersila dan murid belajar pada guru seorang demi seorang. Satu hal yang masih belum dilaksanakan pada pengajaran al-qur’an di langgar, dan ini merupakan kekurangannya adalah tidak diajarkannya menulis huruf  Al-qur’an (huruf arab), dengan demikian yang ingin dicapainhanya membaca semata. Padahal menurut metode baru dalam pengajaran menulis, seperti halnya yang dikembangkan sekarang dengan metode iqra’, dimana tidak hanya kemampuan membaca yang ditekankan, akan tetapi dituntut juga penguasaan si anak di dalam menulis.  (Hasbullah:2001)
Pengajaran al-qur’an pada pendidikan langgar dibedakan kepada dua macam, yaitu :
a.       Tingkatan rendah : merupakan tingkatan pemula, yaitu mulainya mengenal huruf al-qur’an sampai bias membacanya, diadakan pada tiap-tiap kampong, dan anak-anak hanya belajar pada malam hari dan pagi hari sesudah sholat shubuh.
b.      Tingkatan atas : pelajarannya selain tersebut diatas, ditambah lagi pelajaran lagu, qasidah, berzanji, tajwid serta mengaji kitab perukunan.
Adapun tujuan pendidikan dan pengajaran di langgar adalah agar anak didik dapat membaca al-qur’an dengan berirama dan baik, tidak dirasakan keperluan untuk memahami isinya. Mereka yang kemudian berkeinginan melanjutkan pendidikannya setelah memperoleh bekal cukup dari langgar/masjid di kampungnya, dapat masuk ke pondok pesantren. (Hasbullah:2001)


2.4 Sistem Pendidikan Pesantren
Secara tradisional, sebuah pesantren identik dengan kyai (guru/pengasuh), santri (murid), masjid, pemondokan (asrama) dan kitab kuning (referensi atau diktat ajar). Sistem pembelajaran relatif serupa dengan sistem di langgar/masjid, hanya saja materinya kini kian berbobot dan beragam, seperti bahasa dan sastra Arab, tafsir, hadits, fikih, ilmu kalam, tasawuf, tarikh dan lainnya. Di pesantren, seorang santri memang dididik agar dapat menjadi seorang yang pandai (alim) di bidang agama Islam dan selanjutnya dapat menjadi pendakwah atau guru di tengah-tengah masyarakatnya. (Hasbullah:2001)
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah :
a.       Tujuan umum 
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya
b.      Tujuan khusus
Mempersiapkan satri untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.
Selain itu Pesantren merupakan pranata pendidikan tradisional yang di pimpin oleh kiai atau ulama’. Di pesantren inilah para santri dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab kuning. (Hasbullah:2001)
 Pemahaman dan penghafalan terhadap al-qur’an dan hadits merupakan syarat mutlak bagi para santri. Di dalam komplek pesantren terdapat tempat kediaman para guru beserta keluarganya dengan semua fasilitas rumah tangga dan tidak ketinggalan masjid yang dipelihara bersama. Pendidikan dan pengajaran di langgar dan pesantren terdapat di jawa. Di sumatera terdapat penggabungan antara dua system tersebut. Pesantren di jawa dapat di pisahkan menjadi 5 elemen dasar, yaitu: Pondok, Masjid, Kiai, dan pengajaran buku-buku Islam Klasik. Sebagai lembaga pendidikan Islam yang termasuk tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-modelyang bersifat nonklasik, yaitu model system pendidikan dengan metode pengajaran wethonan dan sorogan. Di jawa barat, metode tersebut diistilahkan dengan “Bendongan”, sedangkan di sumatera digunakan istilah halaqoh. (Hasbullah:2001)
a.      Metode Wetonan (Halaqoh)
Metode yang didalamnya terdapat seorang kiai yang membacakan suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar secara kolektif. (Hasbullah:2001)
b.       Metode Sorogan
Metode yang santrinya cukup pandai men “sorog” kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual. Dan sebagai karakteristik khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dinuat terfokus padalima agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, Morfologi, Hadits, Tafsir, Al-qur’an, Theology Islam, Tasawwuf, Tarikh dan Retorika. Dengan system pondok pesantren tumbuh dan berkembang di mana-mana, yang ternyata mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mempertahankan eksistensi umat islam dari serangan dan penindasan fisik dan mental kaum penjajah beberapa abad lamanya. Pesantren yang pada mulanya berlangsung secara sederhana, ternyata cukup berperan dan banyak mewarnai perjalanan Sejarah pendidikan islam Di Indonesia, serta banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal. (Hasbullah:2001)
Ketika kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan semakin meroleh perhatian. Contoh paling menarik untuk disebutkan adalah sistem pendidikan Islam yang tampak telah terstruktur dan berjenjang di kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874). Secara formal, kerajaan ini membentuk beberapa lembaga yang membidangi masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan, yaitu:
a.       Balai Seutia Hukama (lembaga ilmu pengetahuan)
b.       Balai Seutia Ulama (jawatan pendidikan dan pengajaran)
c.       Balai Jamaah Himpunan Ulama (kelompok studi para ulama dan sarjana pemerhati pendidikan).

Adapun jenjang pendidikannya dapat disebutkan sebagai berikut:
1.      Meunasah (madrasah), berada di tiap kampung. Disini diajarkan materi elementer seperti: menulis dan membaca huruf hijaiyah, dasar-dasar agama, akhlak, sejarah Islam dan bahasa Jawi/Melayu.
2.      Rangkang (setingkat MTs), berada di setiap mukim. Disini diajarkan Bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab), akhlak, fikih dan lain-lain.
3.      Dayah (setingkat MA), berada di setiap ulebalang. Materi pelajarannya meliputi: fikih, Bahasa Arab, tawhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid.
4.      Dayah Teuku Cik (setingkat perguruan tinggi atau akademi), yang di samping mengajarkan materi-materi serupa dengan Dayah tetapi bobotnya berbeda, diajarkan pula ilmu mantiq, ilmu falaq dan filsafat. (Hasbullah:2001)
Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin ketika memerintah kerajaan Perlak (1243-1267 M) disebutkan pernah mendirikan majelis ta’lim tinggi, semacam lembaga pendidikan tinggi yang dihadiri oleh para murid yang sudah mendalam ilmunya untuk mengkaji beberapa kitab besar semacam al-Umm karangan Imam Syafi’i. Pembiayaan pendidikan pada masa- tersebut berasal dari kerajaan. Tetapi perlu dicatat disini bahwa hal ini sangat tergantung pada kondisi kerajaan dan faktor siapa yang sedang menjadi raja. (Hasbullah:2001)

BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan

Dari permasalahan diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permulaan islam itu cukup berkembang dengan baik. Hal ini bisa dibuktikan dengan mulai diajarkannya pendidikan di langgar-langgar dekat keraton maupun kerajaan, karena letaknya yang berdekatan dengan langgar tersebut. Karena semakin hari semakin berkembang maka dibuatlah pesantren yang bisa menampung orang banyak.
Adapun metode pengajaran yang dilakukan di Langgar dan Pesantren ini tidak jauh berbeda, hanya saja dalam hal tujuan pengajarannya yang berbeda. Seperti tujuan umum berdirinya Pendidikan Langgar adalah sekedar membaca Al-Quran dengan baik dan berirama sedangkan Peantren itu mempelajari semuanya hingga di didik menjadi seorang yang berguna bagi semuanya.

DAFTAR PUSTAKA
Agung S, Leo dan Suparman, T .2012. Sejarah Pendidikan. Yogyakarta : Ombak
Hasbullah.2001.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

Comments

Popular posts from this blog

Etika dalam Menggunakan Media (ICT)

Kalangan atau pasar Tradisonal khas Sumsel