KONFLIK KERAJAAN ISLAM DENGAN BANGSA BARAT
BAB I
PENDAHULUAN
I.a
Latar Belakang
Kerajaan-kerajaan Islam di nusantara
yang sangat Berjaya pada masanya merupakan suatu aset Indonesia yang sangat
membanggakan. Kerajaan-kerajaan ini meninggalkan peninggalan yang sangat
berharga bagi catatan sejarah Indonesia. Namun, semenjak bangsa luar datang
khususnya bangsa-bangsa dari Eropa banyak pemberontakan yang terjadi di
nusantara. Tidak hanya itu, nusantara juga sangat menderita dengan kedatangan
bangsa luar ini.
Kompeni tidak hanya datang
berkunjung, tetapi juga mengambil hasil bumi dari Indonesia dan menjadikan
Indonesia tambang rempah-rempah bagi mereka. Mereka bahkan menyatakan perang
kepada kerajaan setempat, bermacam-macam serangan dan strategi yang dilakukan
oleh kompeni untuk menyerang kerajaan-kerajaan Islam. Bahkan, kompeni juga ikut
campur dalam perpolitikan pada zaman itu dan merusaknya hingga menjaid milik
mereka.
Dari sinilah, guna kita membahas ini
agar kita bisa belajar energy positif dari sejarah tanah air kita sendiri.
I.b
Rumusan Masalah
Jadi, dari latar belakang yang telah
dijabarkan diatas kita bisa menarik permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah :
1. Jelaskan
konflik dan reaksi Malaka dan Aceh dalam menghadapi Portugis dan Belanda !
2. Jelaskan
konflik dan reaksi Maluku dalam
Menghadapi Portugis, Spanyol, dan Belanda
!
3. Jelaskan
konflik dan reaksi Banten dan Mataram dalam Menghadapi Belanda !
4. Jelaskan
konflik dan reaksi Banjar dan Gowa dalam Menghadapi Belanda !
5. Jelaskan
tentang percampuran VOC di Nusantara !
I.c
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, kita bisa
melihat jawaban nya, yaitu :
1. Kita
dapat Mengetahui konflik dan reaksi Malaka dan Aceh dalam menghadapi Portugis
dan Belanda.
2. Kita
dapat memahami dan mengetahui konflik dan reaksi Maluku dalam Menghadapi Portugis, Spanyol, dan Belanda.
3. Kita
dapat memahami dan mengetahui konflik dan reaksi Banten dan Mataram dalam Menghadapi
Belanda.
4. Kita
dapat mengerti dan mengetahui dan reaksi Banjar dan Gowa dalam Menghadapi
Belanda.
5. Kita
dapat mengetahui tentang percampuran VOC di Nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
KONFLIK KERAJAAN ISLAM DENGAN BANGSA BARAT
REAKSI
DAN PERANG
1. Malaka
dan Aceh menghadapi Portugis dan Belanda
Kedatangan
orang-orang Portugis di bawah pimpinan Diego Lopez de Squiera ke Malaka atas
perintah raja Portugis, bertujuan untuk membuat perjanjian-perjanjian ini
dimaksudkan untuk memperoleh suatu izin perdagangan yang menguntungkan kedua
belah pihak. Jadi, semboyan orang portugis untuk meluaskan daerah pengaruhnya
tidak hanya bermotif penyebaran agama, melainkan juga motif ekonomi. Hal ini
dibuktikan dengan keadaan yang dialami oleh ST. Francis Xaverius ketika ia
dating ke malaka. Tujuan pertamanya ialah penyebaran agama, namun pada saat itu
Malaka mengalami kemerosotan moral. Keadaan ini membuat ia meninggalkan tempat
itu segera.
Maksud
utama Portugis menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan yang melalui
Selat Malaka atau yang melakukan perdagangan dengan Malaka semata-mata. Karena
usaha orang-orang Portugis untuk menguasai Malaka, terjadilah perang dengan
Sultan Mahmud Syah dan rakyatnya.
Serangan
Mahmud Syah terhadap orang-orang Portugis merupakan suatu alasan yang baik
sekali Albuquerque yang lebih suka menguasai Malaka daripada membuat suatu
perjanjian yang tidak begitu kukuh dengan sultan. Pada tahun 1511 ia pun
berangkat ke Malaka untuk membalas serangan Mahmud Syah. Meskipun Mahmud Syah
mencoba menghindari malapetaka, tetapi ia tidak berhasil. Mahmud Syah menyadari
bahwa orang-orang Portugis pasti akan menyerang Malaka. Oleh karena itu,
bilamana ia memberi izin kepada orang orang Portugis, hal itu berarti akhir
dari kerajaannya. Ternyata Albuquerque tidak dapat diajak berunding, raja pun tidak
lagi berupaya untuk mengadakan perundingan. Serangan orang-orang Portugis tidak
terelakkan, dan suatu pertempuran yang sangat dahsyat pun terjadi, yang banyak
menumpahkan darah. Banyak senjata seperti pedang, tombak, perisai, panah, dan
panah beracun dapat dirampas oleh orang-orang Portugis dari pihak Malaka.
Sultan Malaka terpaksa harus meninggalkan Malaka setelah ia menyadari bahwa ia
tidak dapat mengimbangi senjata-senjata besar orang-orang Portugis. Lalu ia
melarikan diri ke pulau Bintan.
Sejak
Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511, agama yang merupakan salah satu
factor penting dalam mengadakan eskpansi mulai mundur, karena Faktor Ekonomilah
yang pertama. Ketika Albuquerque berangkat ke Goa, terjadi perlawanan oleh
seorang Jawa bernama Katir. Pertempuran-pertempuran sengit terjadi di luar kota
Malaka. Katir kemudian mengalami kekalahan dan meminta Japara yang merupakan
Negara asalnya. Japara memberi bantuan dengan mengirimkan 100 kapal dan banyak
kafir. Pertempuran sengit pun berkobar pada tanggal 1 januari 1513, dan armada
Jawa mengalami kekalahan, hanya kira-kira 7 buah yang kembali ke Jawa.
Karena
orang-orang Jawa membantu musuh-musuh Portugis di Malaka, orang-orang Portugis
berniat menundukkan Jawa. Daerah di mana mereka berhasil memperluas pengaruh
dagangnya adalah di bagian Utara Sumatra, yaitu daerah Pasai. Akan tetapi, usaha mereka untuk mendapat perdagangan
monopoli lada tidak berhasil. Karena monopoli dagang Portugis ini,
pedagang-pedagang lain meninggalkan Pasai dan mencari pelabuhan yang lain di
Aceh.
Daerah Aceh yang dahulu adalah daerah taklukkan Pedir
mulai berkembang dan melepaskan diri dari Pedir. Aceh bahkan berhasil menguasai
Pasai juga. Aceh kemudian menjadi pusat perdagangan di Malaka dan mereka
melancarkan permusuhan terhadap orang Portugis di Malaka. Kerajaan Aceh dan
Johor melancarkan serangan-serangan terhadap Portugis yang pada waktu itu
menduduki Malaka. Bantuan yang diberikan Jawa berupa perbekalan perang.
Kekalahan yang dialami Aceh dan Johor karena kapal Portugis mempunyai peralatan
perang lebih unggul.
Pada waktu itu Malaka tidak dapat direbut kembali dari
orang-orang Portugis. Ketika Aceh didatangi oleh orang-orang Belanda pada tahun
1599, Malaka berada pada naungan kerajaan yang sangat lemah dan beberapa
kerajaan kemudian direbut oleh Aceh. Ketika orang-orang Belanda menetap di
Malaka setelah merebutnya dari tangan Portugis pada tahun 1641, orang-orang
Belanda terbentur dalam dua keinginan. Pertama, membuat Malaka menjadi
pelabuhan yang ramai. Sebelum kedatangan
Belanda, Selat Malaka mengalami kemunduran dan menjadi tidak aman. Permusuhan-permusuhan
ini membuat para pedagang berdagang di Sumatra atau pelabuhan Selat Malaka yang
letaknya lebih ke utara. Ternyata keinginan pertama tidak berhasil karena
mereka lebih mementingkan monopoli perdagangan. Dengan dipilihnya sistem
monopoli ini, Malaka sebagai kota dagang sangat menderita.
Suatu
sistem baru coba diterapkan, yaitu dengan mengadakan suatu sistem tarif.
Kompeni hendak menjalankan tradisi kerajaan Malaka pada waktu itu dan orang
Portugis telah mencoba ini namun kedua bangsa Eropa itu tidak berhasil. Politik
perdagangan yang hendak diciptakan Kompeni di Malaka ternyata tidak seperti
mereka harapkan. Oleh karena itu, mereka mengadakan perjanjian-perjanjian
dengan sultan-sultan di daratan Semenanjung Melayu untuk mendapatkan monopoli
atas beberapa macam barang dagangan. Perjanjian pertama diadakan pada tanggal
18 Juni 1642 dengan Sultan Kedah. Di dalam mempertahankan perjanjian ini,
setiap kapal yang memuat timah yang akan diekspor akan diperiksa muatannya oleh
Belanda dan hasil laporan ini akan menentukan setengah dari hasil itu akan
diberikan kepada pihak Belanda.
Selain
perjanjian yang ditandatangani dengan Kedah, pihak Belanda juga mengadakan
perjanjian dengan penguasa dari Jung Ceylon, yaitu orang-orang Jawa, Perak,
Kedah, Koromandel, Bengal, dan dari daerah lain tidak boleh kesana tanpa seizin
Belanda. Mereka harus singgah di Malaka dan membayar Bea di situ. Sementara
itu, Aceh masih dapat bertahan terhadap persaingan dari orang Barat. Perdagangan
yang ramai antara Sumatra dan India hanya mengalami kemacetan sebentar, ketika
orang Portugis merebut Malaka. Pedir merupakan pelabuhan yang terpenting dalam
ekspor lada dari Sumatra dan mungkin juga Aceh telah mengambil bagian dalam
perdagangan tersebut sebelum Aceh menguasai daerah ini. Akan tetapi, menurut
C.R Boxer berdasarkan sumber yang tertua Portugis, Ache mengadakan perdagangan
Lada mulai tahun 1534.
Pada
tahun 1554-1555 kapal-kapal Portugis dikirim ke Laut Merah untuk dapat
menangkap kapal-kapal Aceh dan Gujarat, tetapi mereka tidak berhasil hal ini
terjadi dua kali. Orang-orang Aceh terkenal sebagai prajurit-prajurit yang
perkasa dan mutu kemiliterannya tinggi, dan orang Portugis mengakui ketangkasan
orang Aceh. Aceh pada pertengahan abad ke-16 betul-betul merupakan ancaman bagi
Malaka yang pada waktu itu ada di tangan Portugis.
Aceh
begitu memusingkan orang-orang Portugis sehingga uskup dari Gowa, yaitu Jorge
Temudo, mengusulkan kepada raja Portugal mengusulkan pada tahun 1569 untuk
memblokade Aceh selama tiga tahun berturut-turut. Di dalam hal ini ia mengakui
bahwa orang-orang Aceh adalah musuh yang paling berbahaya di Asia. Dengan
blockade ekonomi ini, kesultanan Aceh akan mengalami kerugian, yang berakibat
melemahnya kerajaan ini dan pada akhirnya lebih mudah untuk direbut. Strategi
yang dianjurkan Jeorge Temudo begitu baik kelihatannya, tetapi ternyata tidak
terwujud. Dan kebalikannya yang terjadi. Aceh tetap merupakan ancaman bagi
orang-orang Portugis yang hendak memiliki monopoli perdagangan rempah-rempah.
Untuk menundukkan Aceh, orang-orang Portugis membuat peta penyerbuan terhadap
kota ini. Ternyata semua perhitungan-perhitungan itu sia-sia karena Portugis
tidak mempunyai kekuatan armada yang cukup untuk melakukan penyerbuan terhadap
Aceh.
Pada
akhir abad ke-16 antara Aceh dan Portugis terdapat suatu masa yang kelihatannya
damai karena kedua pihak tidak saling menyerang. Kapal-kapal atau perahu-perahu
yang dipakai oleh orang-orang Aceh dalam peperangan di lautan terdiri dari
perahu-perahu kecil yang gesit dan juga perahu-perahu yang didayung. Setelah
beberapa lama Aceh tidak begitu giat berperang, pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda yang memerintah dari tahun 1607-1636 kegiatan perang dimulai
lagi. Akhir abad ke-16 untuk Aceh adalah suatu periode kemunduran, banyak daerah yang
tadinya ada dibawah pengaruhnya telah melepaskan diri. Akan tetapi Sultan
Iskandar Muda dapat mengembalikan kekuasaanya bahkan memperluas daerahnya.
Pada permulaan abad ke-17 hasil-hasil ekspor Aceh di
ambil dari Inderapura untuk dapat mengontrol jalan perdagangan dengan baik,
Iskandar Murya mengirimkan panglima-panglima ke daerah penghasil bahan ekspor
tersebut. Panglima-panglima mendapatkan upeti dari daerah setempat. Karena
keuntungan-keuntungan ini timbul persaingan-persaingan yang keras diantara para
panglima yang ditunjuk oleh sultan. Bagi para pedagang asing hanya Banda Aceh lah
tempat yang di datangi untuk berdagang. Pedagang-pedagang yang paling disukai
oleh orang Aceh adalah orang-orang Gujarat yang membawa bahan pakaian.
Ketika Sultan Iskandar Muda memerintah, ia hanya memberi
izin untuk berdagang atas siapa yang paling besar memberikan keuntungan
kepadanya. Karena mengalami kesukaran ini, orang-orang Inggris mengajukan
permintaan untuk berdagang dengan Aceh. Sikap Aceh bersahabat terhadap Inggris.
Orang-orang Belanda yang tidak berhasil untuk berdagang di Pantai Barat
Sumatera, memindahkan kantor dagangnya dari Aceh ke Banten. Belanda mengirim
sebuah kapal yang bernama “ Enckhuyssen” ke Indrapura, namun mereka tidak
berhasil membeli lada karena orang-orang Silebar menunjukkan sikap tidak
bersahabat. Iskandar Muda selama 20 tahun berhasil menekan perdagangan yang
dijalankan dengan orang-orang Eropa. Yang membuatnya mundur adalah kekalahan
yang dialami ketika ia menyerang Malaka pada tahun 1629. Karena kekalahan ini
ia mengadakan perjanjian dengan orang-orang Belanda dan memberi mereka izin
selama 4 tahun berdagang di seluruh kerajaannya.
Pada akhir pemerintahan Iskandar Muda di daerah Pantai
Barat Sumatera pemerintahan setempat mulai merasakan kelonggaran dari
pengawasan pusat sehingga panglima-panglima mengambil keuntungan bagi diri
sendiri. Sultan memalingkan persahabatannya kepada orang-orang Portugis karena
orang-orang Belanda memberi bantuan kepada Johor. Keadaan inilah yang menjadi
pemicu bagi Belanda untuk menyerang malaka pada tahun 1641, serangan ini sangat
merugikan supremasi dagang dan peranan politik Aceh.
2. Maluku Menghadapi Portugis, Spanyol, dan Belanda
Fernao
Magelhaes oleh raja Spanyol diberi suatu armada untuk pergi ke Maluku. Pada
tanggal 8 November 1521 yang tiba di Maluku adalah Carvalinho dan Goncalo
Gomes. Ia dan anak buahnya memasuki pelabuhan Tidore, dan mereka diterima
dengan sangat ramah. Mulai saat itu orang-orang Portugis di Maluku berkembang.
Antonio de Brito mendirikan Benteng di Ternate yang disebut Saint John pada
tahun 1522. Pada waktu itu yang memerintah di Ternate adalah Kaitjil Darus yang
mewakili raja yang masih di bawah umur yang bernama Boleife. Raja Bacan
membantu orang-orang yang kandas menjadi sahabat Portugis. Antonio de Brito
mengirim sebuah galai (kapal besar). Namun, dari galai inilah yang mencetuskan
dimulainya perang antara Portugis dan Tidore. Perang antara orang Portugis dan
Tidore berlangsung untuk beberapa waktu, dimana Tidore mendapat bantuan dari
orang-orang Spanyol yang datang lewat Amerika Selatan. Untuk beberapa waktu
orang Portugis dapat mempertahankan kedudukannya di Ternate.
Pada
tahun 1529, Dom Jorge de Meneses dengan sekutunya Ternate dan Bacan menyerbu Tidore
dan mengalahkan Tidore dan orang-orang Kastilia (Spanyol). Dom Jorge de Meneses
Goncalo Pereira dibunuh oleh orang-orangnya sendiri Karena memaksa orang-orang
Ternate untuk menyetor 1/3 hasil cengkih mereka untuk raja Portugal. Tristoa de
Altaida, pada tahun 1533, karena tindakannya yang kasar menimbulkan
pemberontakan, sehingga raja Ternate yang biasanya menjadi sekutu memusuhinya.
Penduduk dari Papua sampai Jawa telah dimobilisasi atau diminta bantuannya
untuk mengusir Tristoa Altaida dan orang-orang Portugis lainnya. Orang-orang
Ternate kemudian membakar benteng Portugis dan sebagian kota Ternate. Tidore
dan Bacan pun dipertahankan dan pertempuran melawan Portugis dimulai dengan
sengit. Mereka pun berhasil merampas senjata api dan senjata lainnya dari
orang-orang Portugis.
Orang-orang
Maluku pun berjanji bahwa bilamana mereka tidak berhasil mengusir Portugis,
mereka akan menebang pohon cengkih dan merusak negerinya. Perang ini sangat
sengit sehingga mengakibatkan penderitaan sangat besar. Kekalahan-kekalahan
yang dialami oleh Altaida, mengharuskannya meminta bantuan kembali ke Malaka,
tempat Antonio Galvao menderita sakit. Ketika Antonio Galvao mendengar tentang
keadaan Maluku yang sangat gawat bagi kepentingan Portugis, ia menyiapkan dua
buah kapal yang kuat, senjata yang banyak dan juga bahan peledak. Orang-orang
Portugis yang berada di Ternate khawatir akan keamanan mereka, karena merasa
Tidore dengan sekutunya sangat kuat.
Pihak
Maluku mempersiapkan diri dengan sejumlah besar pasukan senjata api, dan meriam
yang berjumlah antara 500-600. Antonio Galvao kemudian membawa armadanya
kedepan kapal Tidore, disana ia mengatakan bahwa ia tidak datang untuk
berperang. Maksud Galvao untuk mencapai perdamaian gagal. Hari kedua setelah
malam tersebut diatas, Galvao memberanikan diri untuk mendarat di Tidore. dalam
suatu duel pedang Galvao berhasil memasuki benteng Tidore. dari sini ia
berhasil merebut kota.
Meskipun
telah mengalami kekalahan, Tidore masih mencoba untuk mengadakan perlawanan
dengan melakukan penyerbuan di laut dengan kora-kora. Tidak lama kemudian,
raja-raja Maluku menyadari bahwa Galvao benar-benar bukan lawan mereka. Ketika
Galvao berkuasa kembali di Maluku, (1536-1540) daerah itu kembali menjadi
korban pegawai-pegawai Portugis yang menindas rakyat setempat dan bertindak
seperti Lintah Darat. Serangan-serangan terhadap kedudukan benteng-benteng
Portugis terus dilancarkan terutama pada tahun 1565. Pada tanggal 28 Desember
1577, rakyat Ternate berhasil mengusir mereka dari negerinya. Orang-orang Portugis
pindah ke pulau lain dekat Tahula, tidak berapa jauh dari Tidore. orang-orang
Spanyol mencoba merebut Ternate kembali, tetapi tidak berhasil, karena tidak
lama kemudian Maluku menjadi ajang perebutan antar beberapa Bangsa Eropa.
Orang-orang Belanda mulai muncul di perairan Maluku dimana Steven van Der
Haghen merebut benteng Portugis di Amboinah pada tanggal 23 Februari 1602. Pada
tahun 1607, orang-orang Belanda kembali dan mereka mendapat bantuan dari
Ternate yang memusuhi Spanyol karena telah membawa sultan dan putera-puteranya
ke Manila sebagai sandera. Dengan bantuan Ternate, orang-orang Belanda
menduduki kembali Ternate. Sekitar tahun 1624 sampai 1639 sering terjadi
pertempuran diantara orang-orang Spanyol dan Belanda di daerah Maluku, dan
pihak Spanyol biasanya mengalami kekalahan.
Pada
tahun 1635, timbul perlawanan dimana-mana dibawah pimpinan kakialih, Kapten
Hitu. Dengan meninggalnya kakialih, orang-orang kompeni dapat menumpas
perlawanan orang-orang Maluku itu. Kemudian muncul kembali perlawanan dari
orang-orang hitu yang dipimpin telukabesi. Perlawanan ini baru berhasil
ditumpas oleh kompeni pada tahun 1646. Selanjutnya, agar tidak lagi muncul
perlawanan-perlawanan, banyak diantara para pemimpin hitu yang diasingkan ke
Batavia untuk lebih mudah diawasi oleh pemerintah tinggi kompeni.
Untuk
beberapa tahun perlawanan rakyat Maluku terhadap kompeni boleh dikatakan reda.
Tetapi sejak tahun 1650, timbul lagi perlawanan yang lebih meluas yaitu dari
daerah Ambon sampai Ternate. Perlawanan yang di pimpin Saidi sangat mencemaskan
kompeni Belanda karena seluruh daerah penghasil rempah-rempah dibakar. Ketika
perang sedang berkobar datanglah De Vlamingh Van Oosthoorn membawa bala
bantuan. Tidak lama kemudian Saidi tertangkap dan ditusuk belati oleh De Vlamingh,
sehingga gugur. Dengan demikian, perlawanan rakyat di daerah Maluku itu dapat
ditumpas. Selanjutnya, sultan Ternate yang Sah harus membuat suatu perjanjian
baru dimana Sultan Ternate tidak perlu lagi menempatkan wakilnya di kepulauan
Ambon karena segala urusan ditangani kompeni sendiri.
Pada
masa pemerintahan “Sultan Amsterdam” tahun 1675, timbul lagi perlawanan
terhadap kompeni berada di bawah gubernur yang bernama Padbrugge. Perlawanan
itu tidak berhasil dan Sultan Amsterdam dipaksa menyerahkan diri dan kemudian
diasigkan ke Batavia. Dengan demikian, kebijakan VOC menegakkan monopoli
perdagangan rempah-rempah di daerah Maluku berhasil, berarti bahwa VOC berhasil
menanamkan kekuasaan politik kolinialnya di daerah Maluku.
3.
Banten dan Mataram Menghadapi Belanda
Banten merupakan kerajaan Islam yang
mulai berkembang pada abad ke-16, setelah pedagang-pedagang dari India ,Arab,
dan Persia mulai menghindari Malaka yang pada tahun 1511 telah dikuasai
Portugis orang-orang Belanda dicurigai ketiga datang untuk pertama kali pada
tahun 1596. Akan tetapi setelah mereka menerangkan maksud kedatangannya mereka
pun diterima dengan baik . Mangkubumi Banten yang juga memangku wali raja
datang ke kapal dimana antara Mangkubumi dan Cornelis de Houtman dibuat suatu
perjanjian persahabatan yang mengatakan bahwa Belanda boleh berdagang dengan
bebas di Banten.
Kompeni kemudian di beri tempat
untuk menyimpan barang dagangan mereka dan tempat untuk berdagang.Suasana
perdamaian ini berlangsung tidak lama,karena diantara orang-orang Eropa yang
datang ke Banten timbul persaingan ,dan sikap orang-orang Eropa yang kasar
menimbulkan hal-hal tidak di inginkan.Sikap yang kasar menyebabkan beberapa
orang Belanda di tangkap diantaranya Houtman sendiri.Brang dagangan mereka di
sita.Orang-orang Belanda yang berada dalam kapal mulai menembakke arah kota
sehingga situasi semakin memburuk.Karena permusuhan itu Belanda tidak mendapat
perolehan dari Banten.Sehingga mereka berlayar ke Sumatera Selatan.
Kemudian kembali ke Banten pada 2
Oktober tahun itu juga dan mengadakan perjanjian kembali.Untuk melepaskan
orang-orang Belanda yang di tangkap itu,mereka harus membayar uang.Dan
perjanjian itu di setujui,mereka di beri hak yang sama seperti
pedagang-pedagang asing yang lain.Perjanjian itu tidak berlangsung lama,karena
timbul ketegangan lain yaitu antara Belanda dan Portugis yang
terus-menerus.Akibat dari persaingan ini,kedua belah pihak saling merusak
hubungan musuh dengan raja Banten.Orang-orang Portugis berhasil merusak
hubungan antara Belanda dan Banten.Dan Belanda membalas dendam kepada Portugis
dengan menembaki kapal-kapal Portugis dan perahu-perahu
Banten.Hal ini tidak menguntungkan Belanda dengan Banten,karena sepanjang
pantai jawa nama mereka menjadi rusak.
Rombongan baru dari Belanda datang
ke Banten pada tanggal 20 Oktober 1598 di pimpin oleh Van Neck dan Van Waerwyck
dengan kapal berjumlah 8 buah.Kedatangan Belanda ini di sambut baik karena pada
saat itu hubungan antara Portugis dan Banten sedang terjadi permusuhan.Sikap
Van Neck yang hati-hati dan dapat mengambil hati pembesar-pembesar Banten
,sangat menguntungkan bagi Belanda.Tiga kapal Belanda yang penuh muatan di
kirim kenegara mereka,dan lima kapal lainnya meneruskan perjalanannya ke
Maluku.
Persaingan antara Portugis dan
Belanda dalam bidang perdagangan pada abad ke-17 membawa ke suatu arena perang
kerajaan-kerajaan.Semuanya hendak mengambil rempah-rempah dari Banten.Eropa
mengalami perubahan politik dengan bersatunya Portugis dengan Spanyol.Dengan perubahan
ini Spanyol mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan Portugis di
mana-mana.
Untuk tugas ini Raja Felipe III dari
Spanyol menginstruksikan Andrea Furtado de Mendoa dengan suatu armada berangkat
ke pantai utara jawa untuk memblokade Banten untuk menghalang-halangi kapal
Belanda menghubungi kantor dagang mereka.Armada belanda yang di pimpin oleh
Walpert Harmansz menyerang armada Spanyol dan mengakibatkan kerusakan kecil.Hal
ini menguntungkan Belanda yang akhirnya dapat memuat rempah-rempah dan lada
dari pelabuhan Banten.
Tahun 1602 Belanda berhasil mengusir
Portugis dan Spanyol yang berada dalam satu raja.Pada tahun 1602 Inggris mulai
memperhatikan perdagangan ke pulau rempah-rempah.Suatu badan perdagangan
Inggris utusan dari Kapten James Lancaster datang ke Banten dengan membawa
hadiah-hadiah dari Ratu Inggris.Mereka pun di terima dengan baik oleh Banten
dan di beri izin untuk mendirikan kantor dagang.
Pada tahun 1603 orang Belanda telah
mendirikan Kantor dagang pertama di seluruh kepulauan indonesia.yang menjadi
kepalanya Francois Wittert.VOC membuat
kontrak dengan perundingan dengan Pangeran Jakarta yang berdiri di pihak lawan
Raja Banten. Pada tahun 1603 Voc memutuskan untuk mengangkat Jan Pieterszoon
Coen sebagai kepala tata buku yang mempunyai wewenang atas kantor perdagangan
Banten dan Jakarta. Peran yang di mainkan Jan Pieterszoon Coen adalah membuat
Banten dan Jakarta saling curiga. Apabila
Mangkubumi Banten berniat untuk memecat Pangeran Jakarta dan menempatkan
kedudukan Jakarta di bawah Banten. Mangkubumi menganggap bahwa Pangeran Jakarta
terlalu memberi hati kepada orang Eropa.
Persaingan kepentingan pertempuran
pasti akan terjadi antara Belanda dan Inggris. Pada tahun 1618 kompeni terpaksa
harus mengambil bantuan dari Maluku. Pangeran Jakarta yang melihat keadaan
kompeni memburuk,tidak tinggal diam. Ia mendekati Inggris yang telah mendirikan
benteng untuk menyerang benten Belanda. Antara Belanda dan Inggris terjadi
pertempuran laut yang dahsyat. Sementara itu,keadaan lemah dan mereka terpaksa
mengibarkan bendera perdamaian sampai kedatangan Coen dari Maluku. Ini terjadi
pada tanggal 28 Mei 1619. Sejak itu Coen memutuskan untuk membangun benteng
kompeni di daerah Jakarta akan terjadi tempat pertemuan kapal-kapal kompeni
yang berlayar di kepulauan indonesia.
Kedatangan Coen di Maluku ternyata menjadi malapetaka bagi
penduduk Jakarta karena kota Jakarta mereka di musnahkan sama sekali. Berita
mengenai pemusnahan kota Jakarta menjadi ancaman bagi benteng kompeni di Banten
dengan cepat terdengar di Banten. Setelah kompeni mengadakan pameran kekuatan
terhadap Jakarta ini tuntutan di kirim ke Banten untuk melepaskan semua tawanan
Belanda. Sambil mengajukan tuntutan ini Coen mengancam akan menyerang Banten
dalam waktu 24 jam. Kompeni dan Banten menjadi agak tenang selama 30 tahun.
Namun berubah ketika Sultan Banten Tua meninggal pada 1651. Penggantinya adalah
cucunya yang terkenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Tetapi ia sangat
memusuhi kompeni yang menghalang-halangi perkembangan perdagangan Banten. Ia
adalah orang yang taat pada islam. Dan berhasil mengembangkan perdagangan
Banten dan membuat VOC merasa rugi.
Tahun 1656 kapal kompeni da rampas
oleh orang-orang Banten,dan di lakukan pula perusakan-perusakan terhadap
perkebunan tebu kompeni. Bahkan sultan menolak menerima utusan Belanda merasa
tidak aman di Banten,sehingga mereka meninggalkan secara diam-diam.Perdagangan
Banten mulai berkembang pesat dengan Persia,Surat,Mekah,Koromandel ,Benggala
dan Siam,Tonkin dan Cina. Bantuan di beri orang-orang Denmark dan Inggris dalam
perdagangan Banten. Keadaan Banten di
bawah Sultan Ageng Tirtayasa berkembang dengan lebih baik sehingga menjadi
ancaman Batavia. Orang Eropa yang datang ke untuk membeli rempah-rempah banyak
mempunyai kantor dagang di Banten.
Penyerbuan pasukan Mataram ke kantor VOC terjad pada tanggal 18 agustus 1618.
Alasnya adalah perampokan yang di lakukan kapal-kapal Belanda terhadap jung-jung jepara. Dan karena sikap
Balthasar Van Eynthoven yang tidak baik. Tetapi alasan yang sangat jelas adalah
janji-janji yang sudah berlangsung empat tahun yang tidak ditepati terhadap
Mataram. Penyerbuan ini dari pihak Mataram jatuh beberapa korban,tiga orang
terbunuh,beberapa luka-luka,dan sisanya di jadikan tawanan.Sultan Agung mensinyalir
adanya bahaya dari kantor dagang di Jepara karena terdengar bahawa kantor dagang yang ada itu juga dapat
membahayakan kerajaanya.
21 September 1628 tentara Mataram
menyerang benteng Hollandia. Mereka mencoba menaiki benteng tersebut dengan
tangga. Akan tetapi, orang Belanda mengetahui tujuan pasukan Mataram. Sehingga
VOC mengubah sikap pertahanan menjadi penyerangan. Meskipun Mataram tidak
berhasil merebut benteng Batavia dan menundukan Kompeni,Mereka tidak begitu
saja menyerah. Tahun 1629 tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan
perlengkapan senjata api. Sebagian tentara Mataram mencoba mengusir ternak
kompeni tetapi di cegah kompeni. Pada hari-hari berikutnya para prajurit
Mataram maju ke Benteng VOC ,pada tanggal 21 September 1629 tembakan dimulai
kepada VOC.VOC membiarkan penembakan benteng nhya sehingga bahan-bahan
persediaan makanan habis. Dan Jon Pieterszoon tiba-tiba meninggal karena
penyakit.
Pemerintahan Mataram tahun 1641
mengadakan pemindahan penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Barat di daerah
Sumedang. Tindakan ini membuat VOC khawatir.
Hubungan antara kompeni dan Mataram
,setelah tahun1642,tidak begitu baik karena tawanan-tawanan Belanda tidak di
lepaskan oleh Mataram. Kompeni mencari jalan lain untuk memaksa Mataram mengembalikan
para tawanan Belanda itu. Keadaan menjadi tegang ketika inggris menawarkan
kepada kepada seorang utusan Mataram ke Mekah. Ini menjadi kesempatan untuk
Belanda melepaskan tawananya bila sultan meminta kapal Belanda u ntuk membawa
utusan ini. Kompeni mencegat kapal Inggris yang membawa utusan Mataram ,dan
hadiah ke Mekah dan menahan dan di bawa ke Batavia. Peristiwa lain ketika VOC
meras bahwa Jambi dan Palembang mengancam ke amanan VOC sehingga VOC mencegat
armada Mataram yang terdiri 80 perahu yang sedang mengantar kembali Raja
Palembang.
Hubungan VOC dan Mataram hingga meninggalnya
Sultan Agung pada 1645 tidak mengalami perbaikan.
4.Banjar
dan Gowa Menghadapi Belanda
Banjar
telah di kenal Belanda sejak tahun 1596.Pada tahun itu Belanda sudah menangkap
kapal yang berasal dari Banjar.Yang menarik perhatian Belanda terhadap daerah
ini adalah hasil ladanya.Belanda datang ke Banjarmasin dan meminta raja untuk
memonopoli perdagangan lada.Monopoli tidak bisa di penuhi karena monopoli lada
di Banjar dikehendaki dalam satu kontrak.
Upaya
pertama Belanda untuk memperoleh monopoli lada di lakukan pada tahun 1606 dan
upaya berikutnya telah berhasil membawa raja menandatangani kontrak.Namun bukan
raja yang memonopoli perdagangan lada,namun para pangeran yang menjual lada
kepada siapa saja dan raja tidak dapat ikut campur.Kejadian ini membuat Belanda
merasa khawatir,apalagi di tambah dengan peristiwa tahun 1638 ketika terjadi
pembunuhan pada orang Belanda dalam kantor dagangnya.Mereka tidak berani
mengambil tindakan karena mereka merasa takut perdangan mereka akan rusak.
Orang
Belanda yang pertama kali datang ke Banjarmasin pada tahun 1606 adalah Gilles
Michielszoon yang kemudian terbunuh di Banjarmasin. Alasan pembunuhan terhadap
mereka adalah karena kompeni mengirim 4 kapalnya untuk merusak kota
Banjarmasin. Untuk beberapa waktu lamanya Belanda tidak datang ke Banjarmasin,
dan baru pada tahun 1626 mereka muncul kembali untuk mencari lada. Pada tahun
1635 dibuat kontrak baru antara Belanda dan Banjar yang di tanda tangani oleh
Syahbandar kerajaan Banjar bernama Retnady
Ratya dari Gadja Babauw, seorang Gujarat. Dengan kontrak ini berarti
pula monopoli perdagangan Lada ada ditangan Belanda.Setelah penandatanganan
kontrak dengan Banjar orang Belanda tidak hanya membatasi diri pada perdagangan
tetapi ikut campur dalam persoalan politik dalam Banjar. Akibat campur tangan
ini semua penghuni kantor dagang Belanda di Martapura di bunuh orang-orang
Belanda dikota Waringin juga mengalami nasib yang sama. Sultan Banjar meminta
bantuan Banten dalam mengantisifasi kemungkinan balasan dari Belanda agar dapat
memberi perlindungan kepada Banjarmasin. demikianlah reaksi-reaksi kerajaan di
Banjar dalam menghadapi kompeni Belanda
Orang
Belanda ketika datang ke nusantara mulanya tidak menaruh perhatian kepada
kerajaan Gowa. Mereka meneruskan perjalanan ke Maluku. Belanda baru mengetahui
tentang pentingnya kedudukan pelabuhan Gowa adalah pelabuhan Transito bagi
kapal-kapal yang berlayar dari Maluku setelah mereka merampas kapal Portugis di
dekat perairan Malaka yang ternyata memiliki awak kapal Makassar dari orang
Makassar inilah Belanda tahu. Belanda mengambil kesimpulan bahwa pelabuhan Gowa
sangat strategis selain terletak antara Malaka dan Maluku pelabuhan ini tidak
mendapat gangguan dari Portugis. Kemudian Belanda menjajaki hubungan dengan
mengirimkan surat kepada Sultan Gowa. Dalam surat tersebut menyatakan tujuan
Belanda adalah untuk berdagang. Isi surat itu memberikan kesan baik terhadap
Belanda.Raja Gowa mengundang Belanda untuk Berkunjung ke pelabuhan Gowa dan
mengingatkan bahwa mereka hanya diperbolehkan berdagang. Dan bukan menjadi
tempat adu senjata antara orang-orang asing yang berdagang disana.
Kunjungan-kunjungan
Belanda mulai sering dilakukan kekerajaan Gowa. Mereka membujuk raja Gowa untuk
tidak menjual beras ke Portugis. Tetapi Raja Gowa menolaknya karena tidak mau
merugikan diri sendiri dengan memutuskan hubungan dagang dengan Portugis.
Hubungan kerajaan Gowa dengan kompeni memburuk karena keduanya mempunyai
kepentingan yang sama dalam bidang perdagangan dan ini berarti bahwa suatu
ketika pasti akan terjadi pemberontakan.Kelicikan Belanda dalam menagih
utang-utang dari pembesar-pembesar Gowa menimbulkan suasana permusuhan.
Peristiwa ini menimbulkan kebencian kepada orang-orang Belanda yang dengan
berbagai upaya hendak memaksakan kehendaknya kepada Raja Gowa.
Sebagai
suatu kerajaan maaritim Gowa harus di lumpuhkan di laut. Oleh karena itu
blokade terhadap kerajaan Gowa di lakukan pada tahun 1634. Kompeni mengirimkan
6 buah kapal untuk merusak ,merongrong,dan merebut kapal-kapal portugis juga
perahu-perahu Makassar. Akan tetapi,armada tidak mengenai sasaran,karena raja
Gowa telah mendapat berita dari Japara tentang rencana VOC dan tiga minggu
sebelumnya kapal-kapal Portugis telah berangkat menuju Makao. Perahu dagang
kaum pribumi telah berangkat. Armada Belanda hanya berhasil memblokade armada
kecil yang akan ke Maluku untuk membantu Maluku melawan Belanda.
Di
Buton banyak terjadi penyerbuan dan pembunuhan terhadap orang-orang Belanda.
Karena keadaan ini kompeni mengambil jalan lain,yaitu mendekati Gowa kembali.
Suatu utusan dikirim untuk mengadakan perjanjian perdamain. Pejanjian
perdamaian berlangsung dari tahun 1637 hingga 1654. Terdapat banyak hal-hal
yang sering membawa keduanya kejurang permusuhan,seperti tahun 1638 ketika
kompeni merampok angkutan kayu cendana yang telah dijual oleh orang Makassar
kepada orang Portugis. Orang Portugis yang berlayar dengan bendera kerajaan
Gowa memprotes,pembesar Gowa membela mereka dan raja oun membela rakyat. Ganti
rugi kepada Belanda mulanya Belanda tidak mau membayar,sehingga Karaeng
Ptengaloan dan Buraung mengancam akan mengusir orang Belanda dari Sombaopu.
Atas ancaman itu Belanda terpaksa membayar apa yang di tuntut oleh pembesar Gowa.
akhirnya kedua belah pihak besiap-siap ,Gowa menyiapkan armada perang dengan
kekuatan 5.000 orang bersenjata untuk berlayar ke Maluku. Ini terjadi pada
bulan Oktober 1653,sedangkan pada akhir 1653 perang telah berada di ambang
pintu. Perang terbuka pecah pada awal 1654 dan berlangsung hingga 1655.
Pertempuran terjadi di beberapa tempat.Blokade diadakan terhadap pelabuhan
Sombaopu,pertempuran di Buton dan Maluku,terutama di Ambon.Kompeni banyak
mengelurkan uang yang sangat banyak untuk perang,sehingga kompeni mengirimkan
utusan untuk membuat perdamaian. Perjanjian itu pada tanggal 27 Februari 1656.
Isi perjanjian ini sangat menguntungkan Makassar,karena Gowa boleh menagih
utangnya di Ambon,melepaskan tawanan masing-masing ,musuh kompeni bukan musuh
Gowa,kompeni tidak akan ikut campur dengan perselisihan intern Makassar.bagi
kompeni perjanjian ini tidak menguntungkan. Oleh karena itu kompeni mengirim
sebuah ultimatum kepada raja ,dan di balas dengan ultimatum lain. Keadaan ini
membuat VOC menyiapkan diri untuk perang.
Setelah
kemengan Kompeni terhadap kerajaan Gowa,orang Portugis terpaksa meninggalkan
pelabuhan kerajaan Gowa ini. Keadaan tetap tegang karena Belanda memberi
bantuan kepada orang yang menentang Raja Gowa. sementara pihak Gowa
mempergunakan setiap kesempatan untuk merampas sejata api kompeni. Akhirnya
perang baru tidak dapat di hindarkan. Peristiwa yang menyebabkan perang,yaitu
kapal VOC,De Leeuwin,yang terdampar di sekitar Gowa,16 merimnya di ambil.
Penyelidikan
atas peristiwa kapal ini oleh VOC di tolak pihak Gowa. meskipun demikian,VOC
mengirim seorang pegawainya ke kapal tersebut,tetapi ia di bunuh. Sejak
kejadian ini semua utusan yang di kirim oleh VOC ke Sultan Gowa mengalami
kegagalan.VOC memutuskan untuk menonjolkan kekuatanya dan mempersiapkan diri
untuk menyerang kerajan Gowa. sementara menunggu reaksi Gowa,kapal-kapal VOC di
intruksikan untuk mengadakan perampokan-perampokan terhadap perahu-perahu
makassar dan memusnahkan kampung-kampung sepanjang pantai.Keinginan VOC untuk
menyelesaikan permusuhan dengan kerajaan Gowa secepat mungkin tidak tercapai
karena raja Gowa tidak mau tunduk kepada tuntutan kompeni. Perang pecah,armada
kompeni berlayar ke Bonthain,di sana terjadi suatu perkelahian terjadi yang
menyebabkan Aru Palaka terluka.Bonthain kemudian harus ditinggalkan oleh
pasukan-pasukan Gowa dan kompeni,kota ini kemudian VOC memusnahkanya sama
sekali. Setelah meninggalkan Bonthain armada kompeni tiba di Buton,tetapi
dikepung oleh pasukan Gowa yang sangat besar yang terdiri dari 15.000 orang
prajurit dan 450 perahu. Tidak sedikit korban yang jatuh dalam pertempuran ini.
Setelah
mengadaperlawanan yang maksimal ,pasukan Gowa terpaksa menyerah. Meskipun
keadaan ini tidak menguntungkan kerajaan Gowa,mereka tidak tinggal diam
menunggu kedatangan kompeni di bawah komando Speelman. Mereka memperkuat diri
dengan mendirikan benteng-benteng di sepanjang pantai kerajaan. Selain
persiapan fisik ini persiapan diplomatik juga di adakan persahabatan dengan
Banten yang juga musuh kompeni. Perang terpaksa meletus kembali pada 7 juli
1667 di mana kompeni menyerbu Bonthain yang telah di pertahankan 7.000
orang. Keadaan berulang seperti waktu
kedatanganya.Keadaan tegang telah berlangsung untuk beberapa waktu ,hingga pada
tanggal 19 juli tembakan di lepaskan dari Sombaopu ke arah kapal Speelmen.
Tembakan-tembakan sengit terdengar setiap hari.Aru palaka berhasil mengalahkan
pos-pos kerajaan Gowa. dalam peristiwa ini Speelman ini hampir tewas.
Pada
bulan september Speelman memutuskan untuk menyerang Barombong yang merupakan
benteng selatan dalam lingkaran perbentengan kerajaan Gowa. dalam perlawanan
sengit terhadap pasukan Kompeni,pihak Gowa menggunakan meriam-meriam besar.
Penyerbuan mendadak oleh Aru Palaka terhadap istana Barombong merupakan suatu
obat terhadap kelesuan yang sudah ada di kalangan prajurit Bugis dan Kompeni.
VOC MERUBAH PERCATURAN POLITIK DI INDONESIA
Setelah berdirinya VOC, terjadi perubahan dalam hubungan
dagang antara VOC dengan penguasa pribumi yang semula baik berubah menjadi
permusuhan. Perselisihan sering terjadi setelah VOC mendirikan benteng-benteng
(loji) pertahanan di pelabuhan-pelabuhan dagang, seperti Benteng Kota Intan
(Forest Spelwijk) di banten, Benteng Victoria di Ambon, Benteng Rotterdam di
makasar, Benteng Oranye di Ternate, dan Benteng Nasao di banda. Selain itu
tujuan VOC yang semula mengatasi persaingan antar pedagang asing, ternyara
berubah menjadi merugikan Indonesia yaitu untuk menguasai kerajaan-kerajaan
Indonesia, menguasai pelabuhan-pelabuhan penting, dan melaksanakan monopoli
perdagangan rempah-rempah. Untuk melaksanakan tujuan menguasai
kerajaan-kerjaaan Indonesia, VOC melakukan politik devide et impera (politik
memecah belah dan adu domba) antara keluarga dalam satu kerajaan dengan
keluarga lainnya.
Keinginan VOC untuk melakukan monopoli terhadap
perdagangan yang ada dikawasan Nusantara, telah pula membawa VOC kedalam
percaturan politik kerajaan-kerajaan Islam yang ada saat itu. Hal ini berkaitan
dengan politik devide et impera yang dijalankan oleh VOC dengan tujuan menguasai
baik secara politik maupun ekonomi yang tentunya akan menopang VOC dalam
memonopoli perdagangan.Berbagai persoalan baik intern maupun ekstern berkembang
menjadi persoalan besar karena adanya campurtangan dari pihak VOC yang kemudian
berakibat pada perpecahan kerajaan. Hal inilah yang lambat laun memperuncing
pertentangan yang ada. Namun demikian pada akhirnya berbagai perpecahan yang
diciptakan oleh VOC ini pulalah yang akhirnya menghancurkan berbagai bentuk
perlawanan yang ada di seluruh wilayah Nusantara.
Belandalah yang dengan kepandaian diplomatiknya mulai
menancapkan pengaruh politiknya dalam hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan
yang ada. Belanda mulai turut bermain dalam kemelut-kemelut kerajaan yang
berujung keuntungan bagi Belanda, yang merupakan awal dari jatuhnya kawasan
Nusantara kedalam genggaman Belanda.
Dalam
percaturan politik saat itu yang ditandai oleh perebutan wilayah kekuasaan
antara Surabaya, Mataram, Banten dan VOC. Jatuhnya Surabaya ketangan Mataram
berarti hilangnya salah satu saingan dagang VOC.
Dalam percaturan politik di dalam kompleksitas historis
jawa, bagian pertama abad ke 17 ditandai oleh perebutan
pengaruh. Surabaya pada saat itu memegang
peranan penting untuk meneruskan peranan lama perdagangan
Jawa sebagai pelabuhan transito dari Maluku dan
Malaka. Bersamaan dengan peranannya sebagai
pengahasil beras. Banten mempunyai peranan penting dalam perdagangan
ladanya, sedang Mataram memegang kunci
dalam sistem pertukaran, sedang VOC tetap bertujuan untuk merebut
monopoli dari seluruh kegiatan perdagangan.
Dipandang dari persfektif itulah, maka ekspansi Mataram dengan Ostpolitknya
(politik ke Timur)
dengan tujuan untuk menaklukan Surabaya akan
menguntungkan VOC, karena dengan demikian salah satu
saingannya dapatdisingkirkan. Politik Mataram
terhadap daerah pesisir pada umumnya memang membuka
kesempatan bagi VOC unutik memainkan peranannya
diwilayah tersebut.
Usaha
VOC Menghadapi Kekuasaan Kerajaan-Kerajaan Islam
VOC menjadi terlibat dalam politik
internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang
melibatkan pemimpin Mataram dan
Banten. Dalam
hubungannya dengan hal tersebut, suatu hal yang begitu menarik adalah kemampuan
Belanda dengan VOC-nya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan dimana mereka
berada dan menggunakan kemampuan tersebut sebagai kekuatan mereka untuk
menguasai wilayah-wilayah dimana mereka berada, selain tentunya kemajuan
teknologi yang mereka miliki yang memberikan dukungan bagi mereka untuk
melakukan hal tersebut. Dilihat dari perkembangan sejarah yang ada, terlihat
bahwa kemampuan diplomasi yang dimiliki oleh Belanda saat itu mengungguli
kemampuan Portugis maupun Inggris.
Apa yang diperlihatkan oleh sejarah kolonialisme Belanda di
Indonesia, menggambarkan secara jelas bagaimana Belanda secara pintar juga
cerdik menjalankan peranannya sebagai aktor penengah dalam segala pertikaian
yang terjadi dalam kerajaan-kerajaan yang ada. Sebuah peran yang memberikan
keuntungan bagi Belanda secara vital dalam bidang politik saat itu. Yang pada
akhirnya memberikan kesempatan dan peluang bagi Belanda untuk bertindak sebagai
penguasa tunggal di kawasan Nusantara untuk waktu yang sangat lama.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
·
Malaka dan Aceh
menghadapi Portugis dan Belanda
Maksud
utama Portugis menduduki Malaka adalah untuk menguasai perdagangan yang melalui
Selat Malaka atau yang melakukan perdagangan dengan Malaka semata-mata. Karena
usaha orang-orang Portugis untuk menguasai Malaka, terjadilah perang dengan
Sultan Mahmud Syah dan rakyatnya.
Sejak
Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511, agama yang merupakan salah satu
factor penting dalam mengadakan eskpansi mulai mundur, karena Faktor Ekonomilah
yang pertama. Pada akhir pemerintahan
Iskandar Muda di daerah Pantai Barat Sumatera pemerintahan setempat mulai
merasakan kelonggaran dari pengawasan pusat sehingga panglima-panglima
mengambil keuntungan bagi diri sendiri. Sultan memalingkan persahabatannya
kepada orang-orang Portugis karena orang-orang Belanda memberi bantuan kepada
Johor. Keadaan inilah yang menjadi pemicu bagi Belanda untuk menyerang malaka
pada tahun 1641, serangan ini sangat merugikan supremasi dagang dan peranan
politik Aceh.
·
Maluku Menghadapi
Portugis, Spanyol, dan Belanda
Pada
tahun 1529, Dom Jorge de Meneses dengan sekutunya Ternate dan Bacan menyerbu
Tidore dan mengalahkan Tidore dan orang-orang Kastilia (Spanyol). Dom Jorge de
Meneses Goncalo Pereira dibunuh oleh orang-orangnya sendiri Karena memaksa
orang-orang Ternate untuk menyetor 1/3 hasil cengkih mereka untuk raja Portugal.
Tristoa de Altaida, pada tahun 1533, karena tindakannya yang kasar menimbulkan
pemberontakan, sehingga raja Ternate yang biasanya menjadi sekutu memusuhinya.
Penduduk dari Papua sampai Jawa telah dimobilisasi atau diminta bantuannya
untuk mengusir Tristoa Altaida dan orang-orang Portugis lainnya. Orang-orang
Ternate kemudian membakar benteng Portugis dan sebagian kota Ternate. Tidore
dan Bacan pun dipertahankan dan pertempuran melawan Portugis dimulai dengan
sengit. Mereka pun berhasil merampas senjata api dan senjata lainnya dari
orang-orang Portugis.
Untuk
beberapa tahun perlawanan rakyat Maluku terhadap kompeni boleh dikatakan reda.
Tetapi sejak tahun 1650, timbul lagi perlawanan yang lebih meluas yaitu dari
daerah Ambon sampai Ternate. Perlawanan yang di pimpin Saidi sangat mencemaskan
kompeni Belanda karena seluruh daerah penghasil rempah-rempah dibakar. Ketika
perang sedang berkobar datanglah De Vlamingh Van Oosthoorn membawa bala
bantuan. Tidak lama kemudian Saidi tertangkap dan ditusuk belati oleh De
Vlamingh, sehingga gugur. Dengan demikian, perlawanan rakyat di daerah Maluku
itu dapat ditumpas. Selanjutnya, sultan Ternate yang Sah harus membuat suatu
perjanjian baru dimana Sultan Ternate tidak perlu lagi menempatkan wakilnya di
kepulauan Ambon karena segala urusan ditangani kompeni sendiri.
Pada
masa pemerintahan “Sultan Amsterdam” tahun 1675, timbul lagi perlawanan
terhadap kompeni berada di bawah gubernur yang bernama Padbrugge. Perlawanan
itu tidak berhasil dan Sultan Amsterdam dipaksa menyerahkan diri dan kemudian
diasigkan ke Batavia. Dengan demikian, kebijakan VOC menegakkan monopoli
perdagangan rempah-rempah di daerah Maluku berhasil, berarti bahwa VOC berhasil
menanamkan kekuasaan politik kolinialnya di daerah Maluku.
·
Banten dan Mataram Menghadapi
Belanda
Banten
merupakan kerajaan Islam yang mulai berkembang pada abad ke-16, setelah
pedagang-pedagang dari India ,Arab, dan Persia mulai menghindari Malaka yang
pada tahun 1511 telah dikuasai Portugis orang-orang Belanda dicurigai ketiga
datang untuk pertama kali pada tahun 1596. Akan tetapi setelah mereka
menerangkan maksud kedatangannya mereka pun diterima dengan baik . Mangkubumi
Banten yang juga memangku wali raja datang ke kapal dimana antara Mangkubumi
dan Cornelis de Houtman dibuat suatu perjanjian persahabatan yang mengatakan
bahwa Belanda boleh berdagang dengan bebas di Banten.
Persaingan
antara Portugis dan Belanda dalam bidang perdagangan pada abad ke-17 membawa ke
suatu arena perang kerajaan-kerajaan.Semuanya hendak mengambil rempah-rempah
dari Banten.Eropa mengalami perubahan politik dengan bersatunya Portugis dengan
Spanyol.Dengan perubahan ini Spanyol mempunyai kewajiban untuk melindungi
kepentingan Portugis di mana-mana.
Hubungan
antara kompeni dan Mataram ,setelah tahun1642,tidak begitu baik karena
tawanan-tawanan Belanda tidak di lepaskan oleh Mataram. Kompeni mencari jalan
lain untuk memaksa Mataram mengembalikan para tawanan Belanda itu. Keadaan
menjadi tegang ketika inggris menawarkan kepada kepada seorang utusan Mataram
ke Mekah. Ini menjadi kesempatan untuk Belanda melepaskan tawananya bila sultan
meminta kapal Belanda u ntuk membawa utusan ini. Kompeni mencegat kapal Inggris
yang membawa utusan Mataram ,dan hadiah ke Mekah dan menahan dan di bawa ke
Batavia. Peristiwa lain ketika VOC meras bahwa Jambi dan Palembang mengancam ke
amanan VOC sehingga VOC mencegat armada Mataram yang terdiri 80 perahu yang
sedang mengantar kembali Raja Palembang.
Hubungan VOC dan Mataram hingga
meninggalnya Sultan Agung pada 1645 tidak mengalami perbaikan.
·
Banjar dan Gowa
Menghadapi Belanda
Banjar
telah di kenal Belanda sejak tahun 1596.Pada tahun itu Belanda sudah menangkap
kapal yang berasal dari Banjar.Yang menarik perhatian Belanda terhadap daerah
ini adalah hasil ladanya.Belanda datang ke Banjarmasin dan meminta raja untuk
memonopoli perdagangan lada.Monopoli tidak bisa di penuhi karena monopoli lada
di Banjar dikehendaki dalam satu kontrak.
Kunjungan-kunjungan
Belanda mulai sering dilakukan kekerajaan Gowa. Mereka membujuk raja Gowa untuk
tidak menjual beras ke Portugis. Tetapi Raja Gowa menolaknya karena tidak mau
merugikan diri sendiri dengan memutuskan hubungan dagang dengan Portugis.
Hubungan kerajaan Gowa dengan kompeni memburuk karena keduanya mempunyai
kepentingan yang sama dalam bidang perdagangan dan ini berarti bahwa suatu
ketika pasti akan terjadi pemberontakan.Kelicikan Belanda dalam menagih
utang-utang dari pembesar-pembesar Gowa menimbulkan suasana permusuhan.
Peristiwa ini menimbulkan kebencian kepada orang-orang Belanda yang dengan
berbagai upaya hendak memaksakan kehendaknya kepada Raja Gowa.
Setelah
kemengan Kompeni terhadap kerajaan Gowa,orang Portugis terpaksa meninggalkan
pelabuhan kerajaan Gowa ini. Keadaan tetap tegang karena Belanda memberi
bantuan kepada orang yang menentang Raja Gowa. sementara pihak Gowa
mempergunakan setiap kesempatan untuk merampas sejata api kompeni. Akhirnya
perang baru tidak dapat di hindarkan. Peristiwa yang menyebabkan perang,yaitu
kapal VOC,De Leeuwin,yang terdampar di sekitar Gowa,16 meriamnya di ambil.
Pada
bulan september Speelman memutuskan untuk menyerang Barombong yang merupakan
benteng selatan dalam lingkaran perbentengan kerajaan Gowa. dalam perlawanan
sengit terhadap pasukan Kompeni,pihak Gowa menggunakan meriam-meriam besar.
Penyerbuan mendadak oleh Aru Palaka terhadap istana Barombong merupakan suatu
obat terhadap kelesuan yang sudah ada di kalangan prajurit Bugis dan Kompeni.
·
Voc Merubah Percaturan
Politik Di Indonesia
Setelah
berdirinya VOC, terjadi perubahan dalam hubungan dagang antara VOC dengan
penguasa pribumi yang semula baik berubah menjadi permusuhan. Perselisihan
sering terjadi setelah VOC mendirikan benteng-benteng (loji) pertahanan di
pelabuhan-pelabuhan dagang, seperti Benteng Kota Intan (Forest Spelwijk) di
banten, Benteng Victoria di Ambon, Benteng Rotterdam di makasar, Benteng Oranye
di Ternate, dan Benteng Nasao di banda. Selain itu tujuan VOC yang semula
mengatasi persaingan antar pedagang asing, ternyara berubah menjadi merugikan
Indonesia yaitu untuk menguasai kerajaan-kerajaan Indonesia, menguasai
pelabuhan-pelabuhan penting, dan melaksanakan monopoli perdagangan
rempah-rempah. Untuk melaksanakan tujuan menguasai kerajaan-kerjaaan Indonesia,
VOC melakukan politik devide et impera (politik memecah belah dan adu domba)
antara keluarga dalam satu kerajaan dengan keluarga lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Nasional Penulisan Sejarah
Indonesia. 2007. Sejarah Nasional
Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.
Kurnia, Eman Rusmana. 2010. PERLAWANAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM
TERHADAP
VOC DI INDONESIA. Skripsi tidak diterbitkan.
Jakarta : FIPPS Unindra PGRI.
daftar pustakanya mana?
ReplyDelete