Sejarah kondisi perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permualaan kedatangan Islam
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendidikan
merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia. Dengan berpendidikan
manusia bisa merubah kehidupannya untuk menuju ketaraf yang lebih baik. Selain
itu dengan pendidikan juga manusia bisa menguasai berbagai hal yang berhubungan
dengan pengetahuan, bahkan dengan pendidikan manusia juga bisa menguasai dunia.
Seperti yang kita ketahui manusia itu selalu
mengalami perkembangan baik tingkah laku, pemikiran dan hal-hal lainnya. Baik
dalam segi ekonomi, sosial maupun pendidikan. Pendidikan di Indonesia ini sudah
ada sejak zaman purba hanya saja pendidikan tersebut masih bersifat sangatlah
sederhana. Seperti halnya bagaimana cara meramu,
membuat makanan cara bercocok tanam, barter dan sebagainya. Mereka semuanya
belajar dari alam dan kehidupan mereka sendiri. Tidak seperti kita yang
sekarang belajar dari manusia dan manusia lainya. Karena pada hakikatnya
manusia merupakan makhluk yang tidak bisa tidak membutuhkan bantuan dari orang
lain. Termasuk dalam hal pendidikan.
Saat ini
perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya
berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana,
sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern. Lembaga pendidikan islam
telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
zamannya.
Sebelum kita
mengkaji lebih jauh tentang perkembangan pendidikan islam di Indonesia,
pantasnya kita mengkaji tentang sejarah masuknya islam di Indonesia dan
pendidikan pada masa permulaan. Di sini pemakalah berusaha memaparkan tentang
sejarah masuknya islam di indonesia dan pendidikan islam pada masa permulaan
sebagai awal dari perjalanan untuk mengkaji lebih jauh tentang perkembangan
pendidikan islam di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi
perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permualaan kedatangan Islam?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui
bagaimana perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permulaan Islam datang
ke Indonesia.
1.4 Manfaat
1.
Untuk Mahasiswa, agar Mahasiswa lebih
mengetahui bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia pada awal kedatangan
Islam.
2.
Untuk Dosen, sebagai bahan ajar maupun
diskusi antara mahasiswa dengan dosen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan dan Pengajaran Abad ke-16 Sampai Abad
ke-18
Pada
permulaan abad ke-16 dan mungkin di dalam abad ke-13 banyak masyarakat yang
dahulu memeluk agama Hindu telah
kemudian memeluk agama Islam. Mungkin sekali agama Islam mereka telah
disesuaikan dengan keadaan dan adat istiadat dan mungkin dengan kebudayaan
bangsa Hindu. Agama Islam yang dibawa ke Indonesia telah mengalami perubahan
sedikit-sedikit. Pada permulaan perkembangannya kelihatan di Aceh, Sumatra
Timur dan pantai-pantai kepulauan yang lain. Pada permulaan abad ke-15 Maulana
Malik Ibrahim (dimakamkan di Gresik)mulai menyiarkan agama Islam. Pada waktu
Brawijaya ke-V bertahkta di Majapahit, Sunan Ngampel/ Sunan Ampel atau Raden
Rachmat diperkenankan memberi pelajaran agama Islam di Surabaya. Tetapi
pendidikan dan pengajaran yang diberikan di sekolah-sekolah seperti sekarang
belum ada. Sebab sekolah-sekolah semacam ini asalnya dari dunia Barat. Hal
semacam itu baru terjadi pada abad ke-19 dibawa oleh Belanda ke Tanah air kita.
Agama Islam yang ada di Tanah Jawa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
yang diberikan di langgar-langgar dan di pesantren. (Agung,2012:14-15)
Pengajaran
di langgar-langgar merupakan pengajaran permulaan. Sedang pengajaran di
pesantren ditujikan kepada mereka yang ingin memperdalam pelajaran ketuhanan.
Di tiap-tiap desa ada sebuah rumah dari bambu, kayu atau batu yang dipergunakan
untuk beribadat oleh orang-orang yang beragam Islam, juga untuk memberi
pelajaran membaca Al-Quran. Yang memberi pelajaran pada umumnya kaum atau modin. Cara memberi pelajaran di
langgar-langgar itu berbeda sekali dengan cara sekarang. Kadang-kadang ada yang
mulai dengan alfabet Arab. Tetapi sering cara ini di tinggalkan dan guru mulai
dengan mengaji ayat-ayat alquran. Pada murid disuruh meniru apa yang di ucapkan
dengan lagu. (Agung,2012:15)
Tujuannya
mengutamakan Al-Quran. Sistem pengajaran secara HOOFDELYK atau individual. Yang
secara individual anak satu persatu kehadapan guru sedang anak yang lain
menunggu gilirannya. Ada hubungan yang erat antara murid dan guru sampai
meninggal. Murid-murid di pesantren disebut santri dan tinggal disuatu
perumahan (pondok). Adapun isi pengajaran di pesantren yang penting ialah :
1. Ilmu
tentang kepercayaan
2. Ilmu
tentang kewajiban faqih
Disamping
al-quran juga digunakan buku-buku yng di tulis dalam bahasa arab sebagaian di
dalam bahasa jawa. Guru membaca ayat-ayat, menterjemahkan, dan menerangkan.
Kitab fiqih berisi segala sesuatu mengenai penghormatan terhadap tuhan dan
berbagai hak tentang perkawinan, hak dan pembagian warisan, kejahatan.
Pembagian
waktu sehari-hari :
1. Jam
5 pagi menjalankan ibadah
2. Sesudah
itu mereka mengerjakan pekerjaan untuk kepentingan guru
3. Setelah
selesai melakukan pengajaran yang sesungguhnya
4. Sesudah
makan siang santri istirahat. Kemudian belajar lagi dan tidak melupakan waktu
istirahat
5. Beberapa
santri menjaga keamanan waktu malam.
Semangat
tolong menolong hidup dalam pesantren, mereka makan bersama.
Pesantren-pesantren tersebut ada yang besar ada pula yang kecil. Bahan-bahan
pelajarannya tidak sama, lamanya pun tidak sama. Pesantren yang terkenal
mempunyai ratusan murid, yaitu Pesantren Tegalsari di Kabupaten Ponorogo pada
1877 mempunyai 252 orang murid. Sistem pendidikan dengan sistem pesantren terus
berkembang. Pada permulaan abad ke-19, jumlah pesantren sudah banyak. Selain
langgar, di Sumatera pun terdapat sekolah-sekolah semacam di atas. Dipandang
tidak ada perbedaan antara langgar dan pesantren. Sekolah-sekolah agama di
Sumatra disebut “Surau” yang memberi pelajaran permulaan dan pelajaran tinggi.
Dalam surau-surau yang kecil hanya diajarkan membaca Al-Quran dengan tidak
memakai pengertian dan kecakapan menulis. Di surau yang besar mendidk siswanya
supaya memiliki pandanga dan pendapat yang terang tentang pengetahuan umum.\di
aceh dinamakan “Rangkango”. Di dalam memepelajari pendidikan dan pengajaran
waktu agama Islam berkembang di Indonesia perlu dipersoalkan : “Apakah sistem
langgar dan sistem pondok pesantren ini tiruan Negara Arab atau ciptaan bangsa
kita sendiri”. (Agung,2012:17)
Telah
diterangkan di muka bahwa sebelum agama Islam, bangsa kita telah memilki sistem
pendidikan dan pengajaran yang berbentuk asrama (guru dan siswanya diam
(tinggal) bersama). Para Brahmana tidak menerima nafkah, tetapi mendapat
penghargaan yang tertinggi dari masyarakat dan ketaatan siswa terhadap gurunya
besar sekali. Keadaan demikian ini tidak ada di negara Arab. Dari kenyataan di
atas dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan pesantren pondok adalah
kelanjutan dari sistem asrama tersebut di atas. (Agung,2012:17)
Penghargaan
dan penghormatan masyarakat dan para santri terhadap para kiai sama besarnya
dengan penghargaan terhadap para Brahmana. Hal ini disebabkan oleh karena
bangsa kita sebelum datangnya agama Islam telah mempunyai tradisi tentang
penghargaan kepada guru. Di negara Arab yang menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran adalah masjid. Nabi Muhammad saw. Sendiri kalau memberi wejangan
tentang keyakinan agama dan kewajiban di dalam agama juga di masjid.
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
sistem pesantren-pondok asalnya tidak dari Tanah Arab, tetapi dari Tanah Hindu.
(Agung,2012:17-18)
Mulai
abad ke-16 datanglah Bangsa Barat. Mula-mula pada abad ke-15 datanglah bangsa
Portugis. Kemudian disusul oleh bangsa Belanda yang semula Berdagang dan lambat
laun menjajah Indonesia. Selain itu pada 1811-1816 disusul bangsa Inggris yang
pernah menguasai Indonesia. (Agung,2012:18)
Bangsa
ini sama sekali tidak memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi bangsa kita.
Sebaliknya malah menghalang-halangi perekambangan agama Islam dan akibatnya
ialah pondok pesantren tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya. Pada waktu
Belanda mulai mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan sistem Barat. Tugas
mengawasi pengajaran agama di pesantren-pesantren. (Agung,2012:18)
Pada
1905 Belanda mengeluarkan peraturan bahwa orang yang akan memberi pengajaran
harus meminta izin lebih dahulu. Tahun 1925 ada peraturan baru lagi yang
menetapkan bahwa para kiai yang memberi pengajaran, cukup dengan pemberitahan.
Peraturan-peraturan itu semua merupakan rintangan perkembangan pendidikan yang
diselenggarakan oleh para pengikut agama Islam. Sejarah ini menunjukkan bahwa
sampai abad ke-18 atau permulaan abad ke-19 di Tanah air kita belum ada
pendidikan dan pengajaran yang diselenggarakan menurut sistem seperti yang kita
miliki sekarang ini. (Agung,2012:18)
2.2
Pendidikan dan Pengajaran masa Mataram Islam
Pada
abad ini timbulnya ahli pikir yang memebentangkan pendapatnya tentang
pendidikan. Pada abad ke-17 dan 18 Tanah air kita dijajah oleh Belanda. Kekusaan
negara dipegang oleh bangsa Belanda yang tidak menghendaki perkembanagn
pendidikan dan pengajaran agama Islam sehingga bangsa kita tidak mengalami
perkembangan sebagaimana mestinya. (Agung,2012:19)
Kerajaan
Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung terdesak, sehingga kerajaan kehilangan
sebagain besar kekuasaanya dan daerahnya. Kerajaan Mataram ibu kotanya kelak
dipindahkan ke Kartasura pada 1680 dan kemudian dipindah lagi ke Sala
(Surakarta). Pada 1755 dipecah menjadi dua Surakarta dan Yogyakarta. Tahn 1757
Sala pecah menjadi dua Surakarta dan Mangkunegara. Yogyakarta menjadi
Kesultanan Ngayogyakarta dan Paku Alam. (Agung,2012:19)
Mulai
zaman Kartasura kekuasaan Kerajaan menjadi terbatas sekali. Lapangan pengajaran
dan pendidikan diurus oleh masyarakat sendiri, tidak oleh pemerintah raja-raja.
Mungkin ini juga merupakan salah satu sebab tidak adanya kemajuan dari pondok
pesantren. Pemerintah kerajaan tidak berkuasa lagi untuk memajukan, sedang
pemerintah Belanda menghalang-halangi. Tetapi meskipun demikian di Kerajaan
Mataram tidak sedikit orang-orang yang dapat membaca dan menulis dengan hruf
Jawa. Kebanyakan mereka berusaha sendiri. Para raja-raja mengenal kesusastraan
dan bahasa Jawa. Beberapa raja ada yang mengarang buku yang berisi pendidikan pula.
Di dalam lingkungan kraton oleh raja diperintahkan untuk mempelajari bahasa dan
kesusastraan yang umumnya disebut pujangga, antara lain :
1. Sultan
Agung pengarang Niti Sastra
2. Paku
Buwana ke IV pengarang Wulang Reh
3. Mangkunegara
ke IV pengarang Wedatama
Mangkunegara
memakai istilah jika sebagai pengganti kehendak bersatu dengan Tuhan.
1. Pendidikan jasmani bertujuan memelihara kesehatan dan
kekuatan badan sehingga selalu siap sedia untuk melaksanakan perihal jiwa.
Manusia harus selalu waspada, jangan sampai jasmani menguasai jiwa. Untuk
mencapai ini manusia harus dapat menguasai hawa nafsunya.
2. Pendidikan
kecerdasan. Pikiran bermaksud menghimpun ilmu pengetahuan, dengan ini dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang nyata dan mana yang
tidak nyata. Manusia harus bertindak menurut pikiran yang benar.
3. Pendidikan
keindahan dan kesusilaan bermaksud melihat rasa, supaya dapat menyelami
keindahan keindahan yang akan mempengaruhi rasa kesusilaan. Kalau pikiran yang
cerdas dan perasaan yang halus bersatu, maka persatu-paduan cipta rasa ini akan
menimbulkan tindakan yang baik dan adil.
4. Pendidikan
jiwa bermaksud melatih kehendak dan mengarahkan kepada keluhuran. Sebagai
puncak keluhuran. Sebagai puncak keluhuran ialah mempersatukan dengan Tuhan (Relegiuse Opvoeding=Pendidikan Keluhuran).
Mangkunegara
IV mengetahui pula bahwa contoh merupakan alat pendidikan yang utama. Maka
kepada para pemuda dianjurkan mempelajari sejarah nenek moyang yang telah
berjasa. Seperti Panembahan Senopati yang membentuk Kerajaan Mataram.
Mangkunegara mempunyai rasa kebangsaan yang besar. Janganlah kamu melupakan
bangsamu. (Agung,2012:20)
a. Buku Tritama
Di
dalam buku Tritama, Mangkunegara IV
menyatakan dengan tegas bahwa para pemuda harus meniru atau melaksanakan
kehidupan yang berjiwa pahlawan. Pahlawan seperti Panembahan Senopati dapat
menguasai diri di dalam segala tindakannya lahir dan batin serta selalu ramah
tamah terhadap sesama hidup. Pahlawan seperti Sumantri menunjukan kebenaran
yang luar biasa dan setia kepada cita-citanya tidak takut kehilangan nyawanya.
(Agung,2012:20-21)
b. Buku Wirawiyata
Di
dalam buku Wirawiyata Mangkunegara IV
tidak lupa memberi wejangan kepada para prajurit, para tentara dan para
perwira. Ditanamkan di dalam sanbari para pemuda benih-benih keprajuritan.
Disiplin dan keutamaan budi. (Agung,2012:21)
2.3 Sistem Pendidikan Langgar
Di tiap-tiap desa yang
penduduknya telah menjadi muslim umumnya didirikan langgar atau masjid.
Fasilitas tersebut bukan hanya sebagai tempat shalat saja, melainkan juga
tempat untuk belajar membaca al-Qur’an dan ilmu-ilmu keagamaan yang bersifat
elementer lainnya. Pendidikan di langgar di mulai dari mempelajari abjad huruf
Arab (hijaiyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti guru dengan menirukan apa
yang telah dibaca dari kitab suci al-qur;an.pendidikan di langgar di kelolah
oleh seorang petugas yang disebut amil, modil, atau lebai (di sumatera) yang
mempunyai tugas ganda, disamping memberikan do’a pada waktu upacara keluarga
atau desa, juga berfungsi sebagai guru. Pelajaran biasanya diberikan pada tiap
pagi atau petang hari, satu sampai dua jam. Pelajaran memakan waktu selama
beberapa bulan, tetapi pada umumnya sekitar satu tahun. (Hasbullah:2001)
Metode pembelajaran
adalah murid duduk bersila dan guru pun duduk bersila dan murid belajar pada
guru seorang demi seorang. Satu hal yang masih belum dilaksanakan pada
pengajaran al-qur’an di langgar, dan ini merupakan kekurangannya adalah tidak
diajarkannya menulis huruf Al-qur’an (huruf arab), dengan demikian yang
ingin dicapainhanya membaca semata. Padahal menurut metode baru dalam
pengajaran menulis, seperti halnya yang dikembangkan sekarang
dengan metode iqra’, dimana tidak hanya kemampuan membaca yang ditekankan, akan
tetapi dituntut juga penguasaan si anak di dalam menulis. (Hasbullah:2001)
Pengajaran al-qur’an
pada pendidikan langgar dibedakan kepada dua macam, yaitu :
a. Tingkatan rendah : merupakan tingkatan
pemula, yaitu mulainya mengenal huruf al-qur’an sampai bias membacanya,
diadakan pada tiap-tiap kampong, dan anak-anak hanya belajar pada malam hari
dan pagi hari sesudah sholat shubuh.
b. Tingkatan atas : pelajarannya selain
tersebut diatas, ditambah lagi pelajaran lagu, qasidah, berzanji, tajwid serta
mengaji kitab perukunan.
Adapun tujuan pendidikan dan pengajaran di
langgar adalah agar anak didik dapat membaca al-qur’an dengan berirama dan
baik, tidak dirasakan keperluan untuk memahami isinya. Mereka yang kemudian
berkeinginan melanjutkan pendidikannya setelah memperoleh bekal cukup dari
langgar/masjid di kampungnya, dapat masuk ke pondok pesantren. (Hasbullah:2001)
2.4 Sistem Pendidikan Pesantren
Secara tradisional,
sebuah pesantren identik dengan kyai (guru/pengasuh), santri (murid), masjid,
pemondokan (asrama) dan kitab kuning (referensi atau diktat ajar). Sistem
pembelajaran relatif serupa dengan sistem di langgar/masjid, hanya saja
materinya kini kian berbobot dan beragam, seperti bahasa dan sastra Arab,
tafsir, hadits, fikih, ilmu kalam, tasawuf, tarikh dan lainnya. Di pesantren,
seorang santri memang dididik agar dapat menjadi seorang yang pandai (alim) di
bidang agama Islam dan selanjutnya dapat menjadi pendakwah atau guru di
tengah-tengah masyarakatnya. (Hasbullah:2001)
Tujuan terbentuknya
pondok pesantren adalah :
a. Tujuan
umum
Membimbing anak didik
untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia
sanggup menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan
amalnya
b. Tujuan khusus
Mempersiapkan satri
untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang
bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.
Selain itu Pesantren merupakan pranata
pendidikan tradisional yang di pimpin oleh kiai atau ulama’. Di pesantren
inilah para santri dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama yang bersumber
dari kitab-kitab kuning. (Hasbullah:2001)
Pemahaman dan penghafalan terhadap al-qur’an
dan hadits merupakan syarat mutlak bagi para santri. Di dalam komplek pesantren
terdapat tempat kediaman para guru beserta keluarganya dengan semua fasilitas
rumah tangga dan tidak ketinggalan masjid yang dipelihara bersama. Pendidikan
dan pengajaran di langgar dan pesantren terdapat di jawa. Di sumatera terdapat
penggabungan antara dua system tersebut. Pesantren di jawa dapat di pisahkan
menjadi 5 elemen dasar, yaitu: Pondok, Masjid, Kiai, dan pengajaran buku-buku
Islam Klasik. Sebagai lembaga pendidikan Islam yang termasuk tertua, sejarah
perkembangan pondok pesantren memiliki model-modelyang bersifat nonklasik,
yaitu model system pendidikan dengan metode pengajaran wethonan dan sorogan. Di
jawa barat, metode tersebut diistilahkan dengan “Bendongan”, sedangkan di
sumatera digunakan istilah halaqoh. (Hasbullah:2001)
a. Metode Wetonan (Halaqoh)
Metode yang didalamnya terdapat seorang
kiai yang membacakan suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya
membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiai.
Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar secara kolektif. (Hasbullah:2001)
b. Metode
Sorogan
Metode yang santrinya cukup pandai men
“sorog” kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya,
kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kiai. Metode ini dapat
dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual. Dan sebagai karakteristik
khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dinuat terfokus
padalima agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, Morfologi, Hadits, Tafsir,
Al-qur’an, Theology Islam, Tasawwuf, Tarikh dan Retorika. Dengan system pondok
pesantren tumbuh dan berkembang di mana-mana, yang ternyata mempunyai peranan
yang sangat penting dalam usaha mempertahankan eksistensi umat islam dari
serangan dan penindasan fisik dan mental kaum penjajah beberapa abad lamanya.
Pesantren yang pada mulanya berlangsung secara sederhana, ternyata cukup
berperan dan banyak mewarnai perjalanan Sejarah pendidikan islam Di Indonesia,
serta banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal. (Hasbullah:2001)
Ketika kekuasaan politik Islam semakin
kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan semakin meroleh
perhatian. Contoh paling menarik untuk disebutkan adalah sistem pendidikan
Islam yang tampak telah terstruktur dan berjenjang di kerajaan Aceh Darussalam
(1511-1874). Secara formal, kerajaan ini membentuk beberapa lembaga yang membidangi
masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan, yaitu:
a.
Balai Seutia Hukama (lembaga ilmu
pengetahuan)
b.
Balai Seutia Ulama
(jawatan pendidikan dan pengajaran)
c.
Balai Jamaah Himpunan Ulama (kelompok studi
para ulama dan sarjana pemerhati pendidikan).
Adapun jenjang pendidikannya dapat
disebutkan sebagai berikut:
1. Meunasah (madrasah),
berada di tiap kampung. Disini diajarkan materi elementer seperti: menulis dan
membaca huruf hijaiyah, dasar-dasar agama, akhlak, sejarah Islam dan bahasa
Jawi/Melayu.
2.
Rangkang (setingkat MTs), berada di setiap
mukim. Disini diajarkan Bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung (hisab),
akhlak, fikih dan lain-lain.
3.
Dayah (setingkat MA), berada di setiap
ulebalang. Materi pelajarannya meliputi: fikih, Bahasa Arab, tawhid,
tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid.
4. Dayah Teuku Cik
(setingkat perguruan tinggi atau akademi), yang di samping mengajarkan
materi-materi serupa dengan Dayah tetapi bobotnya berbeda, diajarkan pula ilmu
mantiq, ilmu falaq dan filsafat. (Hasbullah:2001)
Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin ketika
memerintah kerajaan Perlak (1243-1267 M) disebutkan pernah mendirikan majelis
ta’lim tinggi, semacam lembaga pendidikan tinggi yang dihadiri oleh para murid
yang sudah mendalam ilmunya untuk mengkaji beberapa kitab besar semacam al-Umm
karangan Imam Syafi’i. Pembiayaan pendidikan pada masa- tersebut berasal dari
kerajaan. Tetapi perlu dicatat disini bahwa hal ini sangat tergantung pada
kondisi kerajaan dan faktor siapa yang sedang menjadi raja. (Hasbullah:2001)
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Dari permasalahan diatas dapat disimpulkan
bahwa perkembangan pendidikan di Indonesia pada awal permulaan islam itu cukup
berkembang dengan baik. Hal ini bisa dibuktikan dengan mulai diajarkannya
pendidikan di langgar-langgar dekat keraton maupun kerajaan, karena letaknya
yang berdekatan dengan langgar tersebut. Karena semakin hari semakin berkembang
maka dibuatlah pesantren yang bisa menampung orang banyak.
Adapun metode pengajaran yang dilakukan di
Langgar dan Pesantren ini tidak jauh berbeda, hanya saja dalam hal tujuan
pengajarannya yang berbeda. Seperti tujuan umum berdirinya Pendidikan Langgar
adalah sekedar membaca Al-Quran dengan baik dan berirama sedangkan Peantren itu
mempelajari semuanya hingga di didik menjadi seorang yang berguna bagi
semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Agung
S, Leo dan Suparman, T .2012. Sejarah
Pendidikan. Yogyakarta : Ombak
Hasbullah.2001.Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
Comments
Post a Comment