Pengaruh Lomba Bidar (Biduk Lancar) dalam Merekatkan Hubungan Antar Desa-desa Di Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim 1990-2014
A. PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Secara
etimologis,budaya atau kebudayaan seperti yang diungkapkan oleh Soerjono
Soekanto (1990:188) berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah,yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang
berarti budi atau akal.Kebudayaan itu diartikan sebagai “hal-hal yang
bersangkutan dengan budi atau akal”.Kebudayaan itu ada karena adanya
masyarakat,sehingga budaya dan masyarakat merupakan dua sisi yang tidak dapat
dipisahkan antara keduanya.Sejalan dengan pernyataan tersebut,Soerjono Soekanto
(1990:187) mengemukakan bahwa “masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan”.Kebudayaan itu akan bertahan dan berkembang karena
masyarakat masih memandang kebudayaan tersebut berguna bagi kehidupan masyarakatnya
dan sebaliknya akan dilupakan apabila kebudayaan itu tidak berguna lagi bagi
kehidupan masyarakatnya.Oleh karena itu keberadaan suatu budaya amat penting
tergantung kepada masyarakatnya dan kebudayaan akan mempengaruhi kehidupan
sosial masyarakat pendukungnya.
Secara
umum,Selo Soermarjan dan Soelaeman Soemardi yang dikutip oleh Soerjono Soekanto
(1990:188),mendefinisikan budaya sebagai “semua hasil karya,rasa dan cipta
masyarakat”.Koentjaraningrat (1987:1) mengemukakan bahwa “banyak orang memandang
definisi budaya dalam arti yang sempit yaitu 17 budaya terbatas pikiran,karya
dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya akan keindahan.Pandangan ini
menempatkan budaya sebagai kesenian”.Selanjutnya ia menegaskan bahwa ahli
sosial mencoba mendefenisikan budaya dalam sudut pandang yang lebih luas yaitu
budaya dipandang sebagai seluruh total dari pikiran,karya dan hasil karya
manusia yang tidak berakal kepada nalurinya dan karena itu hanya bisa
dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar.Dari pandangan
tersebut,Koentjaraningrat (1987:9) membuat suatu kesimpulan tentang definisi
budaya atau kebudayaan bahwa “budaya berarti keseluruhan gagasan dan karya
manusia,yang harus dibiasakannya dengan belajar,beserta keseluruhan dari hasil
budi dan karyanya itu”.
Berdasarkan
pendapat diatas,dapat dijelaskan bahwa kebudayaan tidak hanya terbatas pada
keindahan,akan tetapi lebih daripada itu,kebudayaan merupakan perpaduan
nilai,norma dan aturan yang tercipta dari pemikiran manusia berupa cipta dan
karsa manusia serta hasil karya manusia berupa wujud fisik yang bisa dilihat
dan dipelajari oleh manusia.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan budaya atau kebudayaan adalah totalitas dari
pemikiran manusia yang tertuang dlam gagasan,nilai-nilai,norma-norma yang
diwujudkan dlam aktivitas sehari-hari berupa standar aturan yang dijadikan
pedoman hidup serta diwujudkan diwujudkan dalam bentuk kebudyaan fisik yang
bernilai tinggi bagi masyarakt pendukungnya.
Indonesia
merupakan salah satu Negara yang kaya dengan ragam budaya dan tradisi. Kekayaan
budaya dan tradisi itu tersimpan dalam daerahnya masing-masing. Budaya dan
tradisi dari daerah disebut suku bangsa. Jumlah suku bangsa di Indonesia tidak
kurang dari 300, dari suku bangsa tersebut mempunyai budaya dan tradisi yang
berbeda-beda sesuai dengan daerahnya masing-masing (Hidayah, 2000:163).
Masyarakat
Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak jenis masyarakat yang
memiliki keragaman dalam segala bentuk hal kebudayaan daerah. Nilai-nilai luhur
seringkali dijadikan sebuah pedoman atau pandangan hidup untuk dapat selalu
dilestarikan dengan cara diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Sumatera
Selatan sebagai salah satu provinsi yang ada di Indonesia, tentunya memiliki
kebudayaan tersendiri. Kebudayaan yang ada di Sumatera Selatan memilki ciri
khas masing-masing di setiap daerahnya.Salah satu dari sekian banyaknya
hasil kebudayaan yang ada di Kecamatan Rambang Dangku,Kabupaten Muara Enim
adalah Lomba Bidar. Bidar atau panjang Biduk Lancar, adalah sebuah tradisi
tahunan yaitu Festival Perahu Trasidional atau kerennya Lomba Dayung yang
dilakukan oleh penduduk Sumatera Selatan, khususnya masyarakat di Kecamatan
Rambang Dangku,Kabupaten Muara Enim.
Lomba bidar
ini dilakukan di Sungai Lematang yang berada di desa Kuripan,Kecamatan Rambang
Dangkku,Kabupaten Muara Enim dalam rangka memperingati Hari Kemerdekan
Indonesia,yaitu pada tanggal 17 Agustus.Lomba Bidar ini biasanya diikuti oleh
beberapa desa yang ada di Kecamatan Rambang Dangku.
Berdasarkan
uraian diatas,penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan
mengangkat judul “Pengaruh Lomba Bidar
(Biduk Lancar) dalam Merekatkan Hubungan Antar Desa-desa Di Kecamatan Rambang
Dangku Kabupaten Muara Enim 1990-2014”
Rumusan Masalah
1.Apa yang
dimaksud dengan Bidar (Biduk Lancar) ?
2.Bagaimana
proses yang melatabelakangi terbentuknya Lomba Bidar (Biduk Lancar) ?
3.Apa
Pengaruh Lomba Bidar terhadap hubungan desa-desa di Kecamatan Rambang
Tujuan Penelitian
1.Untuk mengetahui pengertian Bidar
(Biduk Lancar)
2.Untuk mengetahui proses
terbentuknya lomba Bidar (Biduk Lancar)
3.Untuk
mengetahui pengaruh Lomba Bidar terhadap hubungan desa-desa di Kecamatan Rambang Dangku,Kabupaten Muara Enim
Manfaat Penelitian
Setelah
diadakan penelitian manfaat yang diharapkan adalah ;
1.
Dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang apa yang dimaksud dengan Bidar (Biduk Lancar) dan apa yang melatarbelakangi
terbentuknya Bidar (Biduk Lancar).
2.
Dapat menambah pengetahuan khususnya mahasiswa Pendidikan Sejarah dan Umumnya mahasiswa FKIP Universitas Sriwijaya mengenai
pengaruh lomba Bidar (Biduk Lancar) dalam merekatkan hunungan antar desa-desa di
Kecamatan Rambang Dangku,Kabupaten Muara
Enim.
3.
Dalam bidang akademik dapat digunakan sebagai referensi dalam pengajaran
sejarah, khususnya Sejarah Lokal Kecamatan Rambang
Dangku,Kabupaten Muara Enim.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Bidar
(Biduk Lancar)
Bidar atau Biduk Lancar,adalah
sebuah lomba dayung yang dilakukan oleh penduduk Sumatera Selatan,khususnya
warga Palembang dan sekitarnya yang merupakan tradisi tahunan dalam Festival
Perahu Tradisional.
Di daerah Sumatera Selatan terdapat
berbagai macam jenis perahu bidar, namun yang paling terkenal hanya ada tiga,
yaitu: (1) bidar kecik atau bidar mini, adalah jenis perahu bidar yang paling
kecil yang hanya beranggotakan 11 orang. Bidar jenis ini umumnya dipergunakan
oleh para pelajar dalam perlombaan atau untuk latihan mendayung perahu; (2)
bidar pecalangan, yaitu bidar jenis menengah yang beranggotakan 35 orang. Bidar
jenis ini biasa diperlombakan di Kota Palembang (Sungai Musi) dan juga di
daerah-daerah lain seperti Kabupaten Ogan dan Kabupaten Muara Enim di Sungai
Lematang; dan (3) perahu bidar, yaitu perahu yang dipergunakan setiap tahun
sekali untuk merayakan hari besar kemerdekaan Indonesia di Sungai Musi. Perahu
jenis ini berukuran besar yang panjangnya dapat mencapai 26 meter dan diawaki
oleh 57 atau 58 orang. Dalam tulisan ini akan diuraikan bidar jenis ketiga
yaitu perahu bidar yang dibuat oleh para perajin perahu di Desa Sungai Lebong,
Kecamatan Ogan dan Komering Ilir, Sumatera Selatan, yang biasa dipergunakan
untuk perlombaan bidar di Sungai Musi, Palembang.
Sebuah perahu bidar yang didesain
sebagai perahu lomba rata-rata memiliki panjang sekitar 26 meter (dari haluan
ke buritan), lebar 1,37 m (bagian yang terlebar), dan tinggi sekitar 0,70 meter
(bagian yang paling dalam). Pada bagian jalur atau lunas perahu yang berukuran
panjang sekitar 20 meter dan lebar 0,09 meter terbuat dari kayu utuh jenis
kempas, bungus atau rengas. Ketiga jenis kayu yang banyak terdapat di pedalaman
Kabupaten Ogan dan Komering Ilir tersebut dianggap sebagai kayu yang kuat dan
tahan terhadap air.
Pada bagian tulang atau kerangka
perahu yang berbentuk balok-balok melengkung dengan ukuran sekitar 7x15 meter
terbuat dari kayu bungus atau rengas. Bagian kerangka ini gunanya untuk
memperkuat perahu dan sekaligus sebagai penghubung antara lunas dengan
pinggiran atau dinding perahu yang terbuat dari kayu merawan dengan ukuran
panjang sekitar 26 meter, lebar 0,12 meter dan tebal 0,03 meter.
Di sepanjang pinggiran bagian dalam
perahu (kiri dan kanan), terdapat balok-balok kayu yang disebut buayan. Buayan
pada sebuah bidar umumnya terbuat dari kayu jenis slumer dan gunanya ialah
sebagai tempat dudukan palangan perahu dengan ukuran panjang sekitar 26 meter,
lebar 0,5 meter dan tinggi 0,10 meter. Palangan pada perahu bidar yang gunanya
adalah sebagai tempat duduk para pedayung berbentuk papan selebar 15 centimeter
yang dipasang melintang tepat diatas buayan.
Pada bagian haluan dan buritan
perahu terdapat dudu’an, yaitu lantai papan yang terbuat dari kayu merawan
dengan ukuran sekitar 70x30 centimeter. Dudu’an pada bagian haluan digunakan
sebagai tempat duduk juru batu (komandan atau pemberi aba-aba), sedangkan
dudu’an bagian buritan digunakan sebagai tempat duduk penyibur (orang yang
memberi semangat kepada para pedayung dengan jalan menyiburkan air ke kiri dan
ke kanan dengan menggunakan dayungnya).
Sebagai catatan, pada bagian haluan
perahu bidar biasanya berukir motif kepala naga atau buaya dan diberi warna
semarak agar menarik. Tiap bidar juga diberi nama seperti: Aki Gede Ing Suro,
Sigentar Alam, Keramasan dan lain sebagainya. Tujuan dari pengukiran, pewarnaan
dan pemberian nama pada setiap bidar tersebut adalah agar dapat “tampil beda”
dari yang lain.
Selain itu, perahu bidar juga
dilengkapi dengan peralatan khusus, seperti: timba yang berbentuk setengah
silinder dengan panjang sekitar 32 centimeter dan garis tengah 30 centimeter
yang digunakan untuk mengeluarkan air yang masuk ke dalam bidar; beberapa buah
dayung yang terbuat dari kayu merawan; dan sebuah gong sebagai pengatur irama
agar gerakan para pedayung menjadi serentak.( http://www.palembang.go.id)
2.2 Sejarah terbentuknya Bidar
(Biduk Lancar)
Lahirnya Bidar ini tidak terlepas
dari kondisi dan situasi kota Palembang,yang dikelilingi banyak sungai beserta
anaknya.Data terakhir,anak sungai yang dulunya berjumlah 108,kini tinggal 106
anak sungai.Asal mula lahirnya yaitu dahulu untuk menjaga keamanan Palembang
yang mempunyai 108 anak sungai dengan Sungai Musi sebagai induknya,diperlukan
sebuah perahu yang larinya cepat.Lalu Kesultanan Palembang membentuk satuan
patroli sungai dengan menggunakan perahu.Perahu tersebut dinamakan “Pancalang”
yang berasal dari kata Pancal dan Lang/Ilang,Pancal mempunyai arti lepas,landas
sedangkan Lang/Ilang berarti menghilang,artinya Pancalang berarti Perahu yang
cepat menghilang.
Perahu ini memiliki panjang 10-20
meter,lebar sekitar 1,5-3 meter,pancalang ini biasa dikayuh antara 8-10
orang,dan bisa membawa sampai 50 orang,karena bisa menampung banyak orang
Pancalang juga bisa digunakan sebagai alat transportasi di Sungai Musi,dan para
raja sering menggunkan perahu ini untuk plesiran (liburan).Gambaran bentuk
Pancalang diungkapkan secara detil dalam buku Ensiklopedi Indonesia NV,terbitan
W Van Hoeve Bandung’s Gravenhage disebutkan Pancalang perahu tidak
berlunas,selain perahu penumpang,panclalang juga dapat digunakan sebagai sarana
untuk berdagang di sungai.Atapnya berbentuk kajang,kemudinya bebentuk dayung
dengan galah atau bambu.
Menurut
para ahli sejarah,perahu Pancalang inilah asal mulanya terbentuk perahu
bidar.Agar terjaga kelestarian perahu bidar,diadakanlah lomba perahu bidar yang
berlangsung sejak zaman Kesultanan Palembang.Lomba dulu disebut “Kenceran”. (http://www.palembang.go.id)
2.3 Deskripsi Kabupaten Muara Enim
Kabupaten Muara Enim adalah salah satu
kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini
terletak di Muara Enim. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 7.300,50 km² dan
populasi penduduk lebih dari 550.000 jiwa. Secara
geografis posisi Kabupaten Muara Enim terletak antara 4° sampai 6° Lintang
Selatan dan 104° sampai 106° Bujur Timur.Kabupaten Muara Enim merupakan daerah
agraris dengan luas wilayah 7.300,50 km², terdiri atas 20 kecamatan.
Kondisi topografi daerah cukup
beragam, daerah dataran tinggi di bagian barat daya, merupakan bagian dari
rangkaian pegunungan Bukit Barisan, meliputi Kecamatan Semende Darat Laut,
Semende Darat Ulu, Semende darat Tengah dan Kecamatan Tanjung Agung. Daerah
dataran rendah, berada di bagian tengah (Muara Enim, Ujan Mas, Benakat, Gunung
Megang, Rambang Dangku, Rambang, Lubai) terus ke utara–timur laut, terdapat
daerah rawa yang berhadapan langsung dengan daerah aliran Sungai Musi, meliputi
Kecamatan Gelumbang, Sungai Rotan, dan Muara Belida.
Kabupaten Muara Enim sebelumnya
terdiri dari 22 kecamatan,kemudian pada tahun 2012 bertambah tiga kecamatan,
yaitu Belimbing, Belida Darat, dan Lubai Ulu, sehingga menjadi 25 kecamatan,
dan terakhir menjadi 20 kecamatan sejak keluarnya UU Nomor 7 Tahun 2013, dimana
lima kecamatan dalam kabupaten ini, yaitu Talang Ubi, Penukal Utara, Penukal,
Abab, dan Tanah Abang, bergabung membentuk kabupaten sendiri yaitu Kabupaten
Penukal Abab Lematang Ilir.
Berdasarkan sensus penduduk 2010,
jumlah penduduk kabupaten ini bertambah hingga berjumlah 716.676 dengan laju
pertumbuhan penduduk selama 2000-2010 sebesar 2,0 persen per tahun. Persebaran
penduduk menurut kecamatan di wilayah Kabupaten Muara Enim tidak merata.
Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Talang Ubi, Lawang Kidul, dan
Muara Enim. Ketiga kecamatan tersebut dihuni oleh sekitar 26,75 persen penduduk
Kabupaten Muara Enim. Sementara kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit
adalah Muara Belida ± 1,06%.(Bappeda Kabupaten Muara Enim,2010)
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada penulisan ini yaitu Deskriptif
Kualitatif. Yang dimaksud dengan metode deskriptif kualitatif adalah metode
yang memberikan gambaran secermat mungkin mengenai individu, gejala, atau
kelompok tertentu (Sugiono, 2006:164). Sedangkan Taylor (1992 :21-22)
menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan perilaku
orang-orang yang diamati.
3.2 Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2006: 118) Variabel penelitian adalah
objek penelitian, atau apa yang menjadi titik penelitian. Variabel dalam
penelitian ini ada dua terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat, yaitu
sebagai berikut:
a. Variabel
bebas (X) : Pengaruh
Lomba Bidar (Biduk Lancar)
b.Variabel
terikat (Y) : Hubungan antar
desa-desa di Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim
3.3. Populasi
dan Sampel
3.3.1. Populasi
Menurut
Sugiyono (2010:61), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Kemudian menurut Arikunto (2002:108) populasi adalah keseluruhan objek
penelitian.
Adapun
yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk di Kecamatan
Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim.
3.3.2.
Sampel
Di dalam penelitian harus memiliki sampel yang akan
diteliti. Menurut Sugiyono (2010:62), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut . sampel adalah sebagian
atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto 2006:108).
Pada
penelitian pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling. Menurut
Margono (2007:128) teknik random sampling adalah suatu cara pengambilan sampel
yang memberikan kesempatan atau peluang yang sama untuk diambil kepada setiap
elemen populasi.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah
pemilihan data yang paling tepat dan efektif untuk mendapatkan data-data yang
lebih akurat. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan
data standar yang ditetapkan (Sugiyono, 2006 : 253).
3.4.1 Metode Observasi
Menurut Hadi (1991 : 49) observasi
diartikan dengan pengamatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
diteliti. Sebagai alat pengumpulan data, observasi langsung akan memberikan
sumbangan yag sangat penting dalam penelitian deskirtif kualitatif, sebab
jenis-jenis informasi tertentu dapat diperoleh dengan baik melalui pengamatan
langsung oleh peneliti seperti keadaan masyarakat, adat-istiadat dan mata
pencaharian. Berdasarkan data ini penulis mendapatkan data secara umum mengenai
hubungan antar desa-desa di Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim.
Dalam melakukan observasi, penulis menggunakan pendekatan dari berbagai ilmu
sosial seperti antropologi dan sosiologi.
3.4.1.1 Pendekatan Antropologi
Pendekatan Antropologi yairu
mengarahkan atau mengungkapkan nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh
sejarah, status, dan gaya hidup. Sistem kepercayaan yang mendasari pola hidup
tersebut (Kartodirdjo, 1993:4). Pendekatan antropologi ini lebih dititik
beratkan pada pola-pola budaya serta nilai-nilai dari pengaruh lomba bidar
dalam merekatkan hubungan antar desa-desa di Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten
Muara Enim.
3.4.1.2 Pendekatan Sosiologi
Pendekatan sosiologi adalah meneliti
segi sosial dari peristiwa yang dikaji seperti golongan sosial mana yang
berperan serta, hubungan dengan golongan atau kelompok ataupun dipengaruhi oleh
hal lain seperti tradisi, keadaan lingkungan bahkan keadaan ekonomi. Pendekatan
sosiologi meneliti segi-segi sosial tentang hubungan antar desa di Kecamatan
Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim.
3.4.2 Metode Wawancara
Wawancara adalah
suatu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh
pewawancara kepada responden dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam
(Hasan, 2002:85). Adapun menurut Arikunto (2006:144) interview sering disebut wawancara atau kuisioner lisan, yaitu
dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi terwawancara.
Dalam
pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan daftar pertanyaan yang telah
disiapkan yaitu interview terpimpin. Tujuan dari penggunaan teknik wawancara
adalah untuk memperoleh data yang lebih lengkap dalam menemukan inti persoalan
yang sedang diteliti, informasi dapat bertanya secara langsung kepada responden
seperti ketua adat, tokoh-tokoh masyarakat, golongan usia tua, dan golongan
usia muda.
3.4.3 Metode Angket atau Kuisioner
Arikunto (2006:151) mengemukakan
bahwa metode angket atau kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Kuisioner merupakan teknik pengumpulan
data yang efisien apabila peneliti tahu dengan pasti variable yang akan diukur
dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiono, 2006:158).
Menurut jenis penyusunan soalnya,
Hadi (1979:158-159), membagi kuisioner dalam dua golongan besar, yaitu
kuisioner isian dan kuisioner tipe pilihan. Kuisioner tipe isian adalah
kuisioner yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada responden unutk
menuliskan pendapat atau jawaban atas soal-soal dalam kuisioner, kuisioner
jenis ini sering juga disebut angket terbuka. Sedangkan kuisioner tipe pilihan
adalah kuisioner yang soal-soal di dalamnya sudah ditentukan alternative
jawaban sehingga responden tinggal memilih salah satu jawaban dari sekian
banyak alternative yang disediakan. Kuisioner jenis ini biasa disebut juga
sebagai angket tertutup atau angket berstruktur (Riduan, 2005:71-75).
3.4.3 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara
atau metode pengumpulan dari dokumentasi yaitu barang-barang yang tertulis
maupun tidak tertulis (Moleong, 2004:160). Menurut Arikunto (2002:206)
dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, dan sebagainya.
Metode ini digunakan untuk
memperoleh data sekunder yaitu berupa keadaan umum daerah penelitian yang
diambil dari informan dan data statistik serta data-data yang relevan dengan
penelitian ini.
3.5 Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data merupakan
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data
kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dalam
hal ini peneliti menggunakan teknik
analisis data model Miles and Huberman.
Miles dan Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kalitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Langkah-langkah analisis data
menurut model Miles and Huberman
adalah sebagai berikut :
1.
Data
Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi
data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari pola dan temanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian
data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan
mencarinya bila diperlukan.
2.
Data
Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka
langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) menyatakan :
“
the most frequent form of display data for qualitative research data in the
past has been narrative text “.
Miles and
Huberman dalam melakukan display data, selain
dengan teks naratif juga dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring kerja )
dan chart. Dalam hal ini peneliti
selain menggunakan teks naratif dalam melakukan display data juga akan
menggunakan grafik.
3.
Conclusion Drawing / Verification
Langkah ke tiga dalam analisis data
kualitatif menurut Miles and Huberman adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan
yang mendukung pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
DAFTAR
PUSTAKA
BAPPEDA.
2010. Muara Enim dalam Angka. Muara
Enim : Pemerintah Kabupaten Muara Enim.
Tim
Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1992. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara IV. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
http://jurnalnasional.com diakses
pada tanggal 10 Maret 2015
http://www.palembang.go.id diakses
pada tanggal 10 Maret 2015
Comments
Post a Comment